Disesalkan, aksi Greenpeace duduki tangki sawit

27 September 2018 22:18 WIB
Disesalkan, aksi Greenpeace duduki tangki sawit
Personel grup band Boomerang beraksi di atas tangki timbun minyak sawit milik PT Multi Nabati Sulawesi (PT MNS) saat aksi yang diprakarsai oleh Greenpeace di Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (25/9/2018). Dua puluh tiga aktivis Greenpeace dari sejumlah negara bersama empat personel grup band Boomerang melakukan aksi damai dengan menduduki kapal penyuplai minyak sawit dan tangki timbun milik PT Multi Nabati Sulawesi (PT MNS), salah satu fasilitas kilang minyak sawit milik Wilmar yang mereka duga menghancurkan hutan hujan di Kalimantan dan Papua. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

Kegiatan semacam ini adalah bagian dari kampanye hitam sektor kelapa sawit. Dan itu pasti pesanan negara maju produsen minyak nabati yang kalah bersaing dengan sawit

Jakarta (ANTARA News) - Aksi lembaga swadaya masyarakat Greenpeace yang mengajak grup band Boomerang beraksi di tangki minyak sawit siap ekspor milik Grup Wilmar, disesalkan anggota DPR dan menilai kegiatan ini mengusik kedaulatan bangsa Indonesia.

"Kegiatan semacam ini adalah bagian dari kampanye hitam sektor kelapa sawit. Dan itu pasti pesanan negara maju produsen minyak nabati yang kalah bersaing dengan sawit," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauludi di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, selama minyak sawit menjadi nomor satu dalam pasar minyak nabati dunia, kampanye negatif sawit akan selalu ada.

"Kejadian ini akan terus berulang, selama sawit menjadi ancaman pasar minyak nabati mereka. Itu jelas karena persaingan dagang," kata politis Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Dalam kampanye negatif seperti ini, produsen sawit dituduh menghasilkan minyak "sawit kotor" karena menghancurkan hutan di Kalimantan dan Papua.

Karena kalah bersaing itulah, menurut Viva, segala cara dilakukan LSM untuk menghancurkan sawit. Oleh karena itu pemerintah tidak boleh tinggal diam dengan aksi LSM tersebut. Jika terbukti melanggar hukum, jangan ragu menindak LSM meskipun itu LSM internasional.

"Semua isu tersebut disuarakan oleh LSM berkedok lingkungan seperti Greenpeace itu. Jadi apa yang dilakukan Greenpeace dan grup musik Boomerang tersebut merupakan pesanan asing. Ironisnya, LSM dan grup musik tersebut personelnya justru merupakan warga negara Indonesia (WNI)," katanya.

Dengan menghantam industri sawit, kata Viva Yoga, juga akan mengancam jutaan petani sawit. Sebab di industri sawit tidak hanya dikuasai oleh para pengusaha besar saja, tapi juga menjadi tempat jutaan petani dan pekerja menggantungkan hidupnya dari industri ini.

Oleh karena itu, Viva Yoga mendesak pemerintah bertindak tegas terhadap semua LSM berkedok lingkungan yang dalam kegiatannya justru mengebiri kepentingan nasional, entah itu komoditas sawit maupun komoditas lainnya.

Sementara itu, Wakil Sekjen Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Rino Afrino mengatakan, jika kegiatan Greenpeace sampai mempengaruhi kegiatan ekspor Wilmar, dampaknya akan berbuntut ke petani sawit. Tandan buah segar (TBS) petani sawit tidak bisa terjual.

"Jadi ini permasalahan yang sangat pelik. Padahal kita lagi sibuk mau ekspor supaya minyak sawit terserap, Greenpeace malah menduduki kilang minyak yang siap ekspor," katanya.

Rino mengatakan, Apkasindo mengecam tindakan Greenpeace tersebut apalagi aksi LSM tersebut sangat berdampak negatif bagi industri sawit secara keseluruhan.

"Oleh karena itu kami minta pemerintah bertindak tegas kepada Greenpeace. Jangan seenaknya seperti itu, seleluasa seperti itu," katanya.

Rino mengatakan petani sawit bisa melawan jika LSM asing terus menerus melakukan kampanye negatif. "Kami siap demo melawan LSM antisawit," katanya.

Sementara itu, menanggapi aksi vandalistis Greenpeace, Direktur Eksekutif GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Mukti Sardjono juga menyesalkan hal tersebut. Jika aksi Greenpeace dan Boomerang ditemukan unsur pelanggaran hukum, pihaknya mendorong Grup Wilmar melaporkan LSM dan grup musik tersebut kepada pihak berwajib.

"Pasti aksi itu tanpa izin dan bukannya memasuki pekarangan orang tanpa izin itu sebuah tindak pidana," jawab Mukti.

Baca juga: Mahathir: Malaysia-Indonesia harus tangkal tekanan Eropa soal minyak sawit
Baca juga: Tingkatkan devisa, Kemenperin pacu hilirisasi industri CPO

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018