"Sering terjadi gempa bumi dan beberapa kali diikuti tsunami yang menimbulkan korban, lalu wilayah ini menjadi kawasan perkotaan dengan pemukiman padat namun dengan kemampuan mitigasinya yang masih sangat minim," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Kantor BNPB Jakarta, Sabtu.
Kemampuan mitigasi, ia melanjutkan, sangat penting bagi Kota Palu dan Donggala karena kedua wilayah ini dilalui oleh patahan sesar Palu-Koro yang merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua setelah Patahan Yapen di Kepulauan Yapen, Papua Barat.
Setiap tahun patahan sesar Palu-Koro bergeser atau bergerak 35 milimeter sampai dengan 45 milimeter sementara patahan Yapen pergerakannya mencapai 46 milimeter per tahun.
"Patahan ini pernah menyebabkan gempa dengan magnitude 7,9 skala richter," kata Sutopo.
Ia menjelaskan pula bahwa setiap tahun BNPB bersama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melakukan sosialisasi di dua wilayah itu, yang potensi gempa bumi dan tsunaminya tinggi karena dilalui patahan sesar Palu-Koro.
"Sosialisasi ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas ketangguhan masyarakat dan Pemerintah Daerah, karena kita tidak bisa menghindari fenomena gempa bumi dan tsunami, tapi kita perlu mengenali bahayanya serta risiko atau dampak yang bisa kita kurangi," kata Sutopo.
Dalam sosialisasi, BNPB dan BPBD antara lain melakukan edukasi mengenai tindakan yang harus dilakukan bila terjadi gempa bumi, serta pemasangan rambu evakuasi.
Baca juga:
BNPB: korban gempa di Palu tambah jadi 384 orang
Aliran bantuan ke Palu-Donggala belum lancar karena akses sulit
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018