• Beranda
  • Berita
  • Pakar: Pengamanan web KPU agar ditingkatkan cegah peretasan

Pakar: Pengamanan web KPU agar ditingkatkan cegah peretasan

1 Oktober 2018 07:46 WIB
Pakar: Pengamanan web KPU agar ditingkatkan cegah peretasan
Ilustrasi Cyber Crime (ANTARANEWS/Ardika)

...jangan sampai ulah peretas yang manipulasi hasil hitung cepat Pemilu 2019 membuat kegaduhan di tengah publik."

Semarang (ANTARA News) - Pengamanan website dan sistem Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI wajib ditingkatkan agar data hasil Pemilu 2019 tidak dimanipulasi oleh peretas, kata pakar keamanan siber Doktor Pratama Persadha.

Menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Senin pagi, Pratama memandang penting pengamanan website KPU meski Indonesia tidak menganut pemilu elektronik, atau hasil sah adalah penghitungan manual surat suara.

Namun, untuk kepentingan informasi publik, lanjut Pratama, KPU melakukan penghitungan cepat, kemudian mengumumkan hasil sementara pemilu itu lewat website, seperti pemilihan umum sebelumnya.

"Oleh karena itu, jangan sampai ulah peretas yang manipulasi hasil hitung cepat Pemilu 2019 membuat kegaduhan di tengah publik," kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014.

Hal itu mengingat, katanya lagi, informasi hitung cepat KPU akan menjadi rujukan publik dan kontestan pemilu, baik pemilu anggota legislatif maupun Pemilu Presiden RI, 17 April 2019.

Menyinggung kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) ganda pada data pemilih, Pratama mengatakan bahwa KTP-el ganda memang rawan terjadi, apalagi bila ada KTP-el palsu.

Namun, ini sebenarnya tidak terkait dengan sistem TI KPU meski data pemilih terdapat dalam web penyelenggara pemilu tersebut. Misalnya, verifikasi orang meninggal, seharusnya ada di Dukcapil.

Terkait dengan tempat pemungutan suara (TPS) fiktif, menurut dia, seharusnya tidak terjadi. Karena dengan penghitungan manual, rekayasa suara tidak terjadi dengan masif.

"Bila dengan pemilu elektronik, bisa saja penambahan suara sampai jutaan pemilih," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC).

Secara umum pengamanan sistem TI KPU, kata Pratama, harus melibatkan pihak lain, terutama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), "cyber crime" Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Koordinasi dan pengecekan berkala harus dilakukan sebagai tindakan preventif," kata Pratama yang pernah menjadi Wakil Ketua Tim Lemsaneg Pengamanan Pesawat Kepresidenan RI.

Pewarta: Kliwon
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018