Kepala Bidang Diseminasi Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan Priyatna di Jakarta, Senin, mengatakan pihaknya sedang meminta bantuan data penginderaan jauh untuk daerah yang terkena likuifaksi tersebut. "Jika ada, akan kami olah," ujar Priyatna.
Data penginderaan jauh ini, menurut dia, bisa saja diperoleh jika pada saat kejadian satelit lewat dan merekam kondisi lokasi yang tanahnya menjadi lumpur tersebut.
Likuifaksi tanah adalah suatu fenomena perilaku tanah yang jenuh serta kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan. Biasanya gempa bumi yang bergetar atau perubahan lain secara tiba-tiba dalam kondisi menegang, menyebabkan tanah tersebut berperilaku seperti cairan atau air berat.
"Kami juga aktifkan Sentinel, Charter, Airbus dan lain-lain. Kebutuhan data dari luar negeri juga ada, semoga bisa mendapat data yang lebih baik dan bisa digunakan untuk pemulihan pascabencana," lanjutnya.
Gempa dan tsunami yang terjadi pada Jumat (28/9), di Sulawesi Tengah, terutama di Kabupaten Donggala dan Kota Palu telah mengakibatkan lebih dari 800 meninggal dunia. Bencana ini berlangsung sangat cepat dan merusak bangunan, dan infrastruktur penting di Kota Palu, Donggala dan Sigi.
Pengumpulan citra satelit
Untuk menggambarkan situasi dan kondisi lokasi bencana, Lapan sesuai dengan SOP dalam waktu 1 x 24 jam setelah bencana harus dapat menyajikan situasi dan kondisi bencana dengan citra satelit yang tersimpan dalam Bank Data Penginderaan Jauh Nasional.
Dalam kasus gempa dan tsunami yang terjadi ini, pihaknya sejak tanggal 28 September sore sudah membentuk tim dan menganalisas data satelit penginderaan jauh yang tersedia. Data yang digunakan adalah data SPOT 6/7, Pleiades, dan data DEM Nasional.
Tim dapat menyajikan dua tipe informasi untuk dapat digunakan. Pertama, Peta Citra Satelit wilayah terdampak Gempa dan Tsunami, peta ini memberikan informasi kondisi bangunan, penutupan lahan dan infrastruktur penting di wilayah yang berpotensi terkena dampak.
Peta, menurut dia, disajikan dalam bentuk peta skala 1: 5.000 sehingga dapat digunakan untuk melihat kondisi dan situasi wilayah yang kemungkinan terkena gempa dan tsunami.
Kedua, Zona Potensi Genangan yang diperoleh dari model sederhana dengan menggunakan data Digital Elevation Model (DEM) dengan skenario berbagai gelombang tsunami. Model belum memperhatikan daya dorong gelombang dan juga hambatan.
Peta ini menunjukkan zona potensi genangan jika gelombang tsunami terjadi pada tinggi gelombang tertentu (2,5 meter (m), 5 m, 7,5 m dan 10m). Peta ini kemudian ditumpangsusunkan dengan peta citra satelit resolusi tinggi sehingga dapat diperkirakan objek-objek apa yang terdapat di zona potensi genangan tersebut.
Dalam peta diketahui terdapat berapa banyak rumah, penggunaan lahan maupun infrastruktur yang ada dalam zona tersebut.
Dua peta ini yang dengan cepat dihasilkan dalam waktu 1 x 24 jam untuk memberikan gambaran umum wilayah yang kemungkinan terkena dampak bencana.
Untuk memperkaya data, Tim juga mengaktifkan internasional charter untuk mendapatkan data penginderaan jauh dari komunitas internasional baik sebelum dan sesudah bencana.
Harapannya setelah diperoleh data dari komunitas intenasional (International Charter on Space for Major Disaster), akan dapat diperoleh data satelit penginderaan jauh setelah terjadi bencana. Jika ini diperoleh, maka dapat dianalisis jumlah bangunan, penggunaan lahan dan area terdampak bencana.
Tim akan bekerja bersama dengan komunitas internasional tersebut dalam waktu tujuh hari sesuai SOP yang ditetapkan dan dapat diperpanjang hingga satu bulan. Produk peta akan disajikan dalam link http://pusfatja.lapan.go.id/index.php/tanggapbencana.
Baca juga: Ribuan warga antre di bandara Palu menunggu evakuasi
Baca juga: 2.873 prajurit TNI bantu penanganan korban gempa
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018