• Beranda
  • Berita
  • Kurang tidur pada remaja berujung Perilaku Berisiko

Kurang tidur pada remaja berujung Perilaku Berisiko

2 Oktober 2018 08:55 WIB
Kurang tidur pada remaja berujung Perilaku Berisiko
Ilustrasi (Shutterstock)

Jakarta (ANTARA News) – Maraknya perilaku berisiko pada remaja hingga bunuh diri ternyata ditengarai akibat waktu tidur yang kurang. 

Para penulis yang mempublikasikan dalam The Journal of the American Medical Association (JAMA) Pediatrics menyebutkan bahwa remaja usia sekolah yang waktu tidur malamnya lebih sedikit itu meningkatkan peluang bagi dirinya untuk melakukan perilaku membahayakan. 

“Risiko saat mengemudi dalam kondisi mabuk, melakukan aktivitas seksual tidak aman, berperilaku agresif, dan menggunakan alkohol, tembakau, dan obat-obatan lainnya,” tulis para peneliti yang hasil penelitiannya dipublikasikan dalam jurnal JAMA Pediatrics, demikian laporan CNN, Senin (10/1).  

Dalam studinya, para peneliti melibatkan peserta remaja yang memiliki waktu tidur delapan jam atau lebih, dan tujuh jam, enam jam atau kurang dari enam jam. Ternyata, tim peneliti menemukan ada hubungan yang kuat antara kurang tidur dengan suasana hati dan menyakiti diri sendiri. 

Baca juga: Remaja kurang tidur bisa berisiko gemuk

Remaja dengan waktu tidur kurang dari enam jam setiap malam itu berisiko tiga kali untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan remaja yang memiliki waktu tidur hingga delapan jam atau lebih. Mereka juga dilaporkan melakukan percobaan bunuh diri yang menyebabkan mereka memerlukan perawatan.

Hasil penelitian itu berdasarkan data dari Februari 2007 hingga Mei 2015 dari Survei Perilaku Berisiko Pemuda, survei yang berbasis di Amerika ini  berhubungan dengan risiko kesehatan di masa muda, dan ditemukan lebih dari 70 persen siswa SMA yang tidak memenuhi rekomendasi waktu tidur malam selama delapan jam. 

“Laporan -laporan sebelumnya telah mendokumentasikan bahwa siswa SMA yang waktu tidurnya kurang dari delapan jam itu meningkatkan risiko berperilaku merugikan,” ungkap Matthew Weaver, dosen kedokteran di Harvard Medical School dan rekan epidemiolog di Divisi Gangguan Tidur dan Gangguan Circadian (jam biologis tubuh) di Brigham and Women’s Hospital. 

Weaver menambahkan,“Studi kami menambah literatur ini dengan menggunakan kumpulan data yang diperbarui lebih besar melalui interval studi yang lebih panjang dan dengan memasukkan informasi tidur yang lebih rinci dan melihat lebih banyak jenis perilaku pengambilan risiko."

Ukuran sampel dan kategorisasi durasi tidur bermanfaat untuk penelitian, menurut Ret Gruber, Direktur Laboratorium Tidur, Perilaku, dan Perhatian di Douglas Mental Health University Institure dan Lektor Kepala di Departemen Psikiatri di McGrill University. Gruber tidak terlibat penelitian. 

Baca juga: Kurang tidur mungkin tingkatkan risiko Alzheimer

“Saya pikir hal itu memperkuat apa yang kami yakini adalah kasusnya. Saya tidak yakin bahwa masing-masing temuan itu benar-benar mengejutkan atau baru, tetapi hal itu pasti membenarkan apa yang kami pikirkan. Kadang-kadang, tantangan dengan penelitian lain , mereka mungkin jauh lebih kecil, atau sampel mungkin tidak dipilih dengan benar, mungkin bias, jadi saya pikir metodologi dalam hal sampling dan ukuran sampel adalah kekuatan nyata, " ungkap Gruber. 

Baik Weaver dan Gruber mencatat bahwa terdapat keterbatasan penelitian, termasuk data yang dilaporkan oleh peserta dan tidak menunjukkan kejadian saling menyebabkan antara tidur dan perilaku. 

Kendati demikian, Gruber tetap menyarankan agar orang tua memerhatikan jadwal tidur anak remaja mereka. Sebab, hal itu berpengaruh pada kehidupan, kegiatan, suasana hati, dan perilaku remaja. 

 

 

Pewarta: Anggarini Paramita
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018