Jakarta (ANTARA News) - Melemahnya nilai tukar rupiah hingga ke batas psikologis baru di Rp15.000 per dolar AS pada Selasa siang disinyalir karena memanasnya perang dagang AS dan China, serta kenaikan harga minyak dunia yang mengancam defisit transaksi berjalan domestik."Akhirnya penguatan dollar AS terjadi, diikuti oleh kenaikan yield US-Treasury"
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede saat dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan dolar AS pada hari ini menguat secara luas (broadbased) yang diikuti dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun (US-Treasury Bill).
Isu perang dagang kembali menghimpit China, setelah kesepakatan perjanjian perdagangan antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko yang mengisyaratkan akan ada pembatasan barang-barang dari Tiongkok.
"Akhirnya penguatan dollar AS terjadi, diikuti oleh kenaikan yield US-Treasury," ujar Josua.
Baca juga: Kesepakatan perdagangan baru Amerika utara dorong dolar sedikit menguat
Di samping itu, harga minyak dunia sedang menunjukkan tren menanjak. Hal ini tentu menjadi sentimen negatif bagi negara-negara net importir minyak seperti Indonesia, karena berpotensi memperbesar defisit transaksi berjalan.
Hingga kuartal II 2018, defisit transaksi berjalan Indonesia sudah mencapai tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Adapun harga minyak dunia mencapai angka 75 dolar AS per barrel untuk West Texas Intermediate (WTI) dan menembus 85 dolar AS per barrel untuk jenis Brent.
Baca juga: Harga minyak melonjak ke tingkat tertinggi sejak 2014
Dengan berbagai sentimen global tersebut, pelaku pasar cenderung melakukan koreksi di pasar keuangan domestik.
Koreksi dan keluarnya dana asing di pasar keuangan juga terlihat dari imbal hasil SUN tenor 10 tahun yang naik sembilan basis poin menjadi 8,10 persen. Kenaikan imbal hasil SUN berarti terdapat penurunan harga SUN yang salah satunya bisa disebabkan karena aksi penjualan oleh investor.
"Indeks Pasar juga terkoreksi 0,4 persen pada sesi pagi ini," ujar Josua.
Joshua memandang pelemahan rupiah ini hanya bersifat sementara. Kebijakan pengendalian impor dan juga upaya menambah devisa dari sektor pariwisata akan turut memperkuat nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu ke depan.
Hal itu juga ditambah penerapan transaksi valuta asing (valas) berjangka domestik atau Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) oleh Bank Indonesia. Transaksi DNDF adalah transaksi derivatif valuta asing (valas) terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) berupa transaksi forward (berjangka) dengan mekanisme fixing yang dilakukan di pasar domestik.
Baca juga: Kurs rupiah tembus Rp15.000 pada Selasa siang
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018