Jakarta (ANTARA News) - Dalam dua hari ini masyarakat Indonesia diramaikan dengan pemberitaan dugaan penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet oleh orang tak dikenal di Bandung, Jawa Barat, pada 21 September 2018 lalu.Saya minta maaf kepada orang-orang yang membantu saya di rumah ini yang selama sekian hari ini saya selalu bohongi. Bohong itu sebuah perbuatan yang salah
Foto seseorang yang diduga Ratna beredar di kalangan wartawan dengan bengkak di bagian wajah. Dalam foto tersebut, diduga Ratna berada di sebuah ruangan di rumah sakit.
Cerita ini terus berkembang sehingga beberapa politisi Tanah Air ikut meramaikan komentar terkait kejadian ini.
Namun di akhir cerita, Ratna Sarumpaet mengakui tidak terjadi penganiayaan pada dirinya dan membenarkan luka lebam di wajahnya karena melakukan prosedur bedah plastik.
"Tidak ada penganiayaan. Itu hanya cerita khayal entah diberikan oleh setan mana ke saya dan berkembang seperti itu," kata dia dalam konferensi pers di rumahnya di Bukit Duri, Jakarta, Rabu.
Ratna Sarumpaet yang didampingi sejumlah rekannya menjelaskan kronologi kebohongan yang beredar tentang dirinya dianiaya oleh sejumlah oknum di Bandung.
Cerita inilah yang membuat pihak Kepolisian bertindak untuk melakukan investasi dan ditemukan berbagai kejanggalan.
Bahkan pihak Polda Jawa Barat tidak menemukan bukti-bukti dugaan penganiayaan dengan korban aktivis Ratna Sarumpaet di Bandung, Jawa Barat, pada 21 September 2018 sebagaimana isu yang berkembang.
"Tidak ditemukan bukti-bukti kejadian pengeroyokan dengan korban RS di Jawa Barat. Clear, tidak ada pengeroyokan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Pol Umar Surya Fana.
Ia mengatakan pihaknya sudah mengecek 26 rumah sakit di Bandung dan delapan rumah sakit di Cimahi untuk mencari rumah sakit yang pernah merawat pasien bernama Ratna Sarumpaet, namun pihaknya tidak berhasil menemukannya.
Selain itu juga tidak ditemukan data manifest kedatangan atau keberangkatan penumpang pesawat atas nama Ratna Sarumpaet pada 21 September 2018.
"Data manifest penumpang pesawat atas nama RS juga tidak ada," katanya.
Kemudian hasil penyelidikan juga menemukan bahwa tidak ada kegiatan konferensi negara asing di Jawa Barat selama 20-24 September.
"Tanggal 20-24 September tidak ada kegiatan internasional yang melibatkan orang asing di Bandung," katanya.
Umar menambahkan dari hasil pemeriksaan CCTV di Bandara Husein Sastranegara pada 21 September tidak terlihat keberadaan Ratna Sarumpaet di bandara tersebut.
Umar juga mengungkapkan bahwa pada 20-24 September, Ratna Sarumpaet justru terdeteksi berada di Jakarta.
"Jadi tanggal 20-24 September, aktifitas mobile-nya ibu itu ada di Jakarta," katanya.
Terkait penemuan ini, Penyidik Polda Metro Jaya mendatangi Rumah Sakit Bedah Plastik Bina Estetika Menteng, Jakarta Pusat, guna menelusuri informasi pasien bernama Ratna Sarumpaet.
"Tim (polisi) mendapatkan informasi bahwa pada 21 September 2018 pukul 17.00 WIB, beliau (Ratna Sarumpaet) ada di RS Bina Estetika Jalan Cik Ditiro Menteng," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Nico Afinta di Jakarta, Rabu.
Hasil penyelidikan, Nico mengungkapkan polisi mendapatkan rekaman kamera pemantau, buku pendaftaran dan bukti pembayaran tertulis Ratna masuk RS Bina Estetika pada 21 September dan memesan terlebih dahulu pada 20 September.
Kejanggalan ini juga diperkuatkan oleh ocehan penyanyi Tompi yang juga seorang dokter bedah ini di akun Twitternya.
Tompi menduga bengkak pada wajah Ratna Sarumpaet bukan disebabkan pemukulan, melainkan reaksi yang timbul pascaoperasi.
"Gilaaaaa menjadikan bengkak operasian sebagai akibat di keroyok massa!!! Mereka sedang membodohi diri sendiri. Dan kita rakyat tertipu dan terbawa amarah. Ini contoh bagus bagaimana oknum politisi memainkan jurus-jurus," tulis Tompi melalui akun Twitter @dr_tompi, Selasa (2/10).
Kicauan tersebut pun langsung mendapat banyak respon dari warganet. Antara pun mencoba mengonfirmasi mengenai kicauan Tompi di akun Twitternya.
Meski menyebut bengkak pada wajah Ratna Sarumpaet akibat reaksi yang timbul bekas operasi, namun Tompi mengatakan hal tersebut perlu ditelusuri lagi ke Rumah Sakit tempat ibu Atiqah Hasiholan dirawat.
"Lebih baik telusuri RS-nya cari tahu bener nggak ke situ," ujar Tompi saat dihubungi Antara, Rabu.
Pelantun lagu "Salahkah" ini juga menegaskan bahwa keputusan mengenai dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet adalah kewenangan pihak kepolisian.
"Ini mah ranah polisi," terang Tompi.
Namun sebagai dokter bedah plastik, Tompi tidak menampik jika pasien mengalami reaksi bengkak pascaoperasi plastik.
"Semua pasien pascaoperasi plastik pasti bengkak. Gambarannya ya begitu," tutupnya.
Berbagai rangkaian cerita ini juga diperkuat pengakuan pihak Rumah Sakit Khusus Bina Estetika yang membenarkan aktivis ini melakukan pengobatan pada 21 September hingga 24 September 2018.
"Dari data yang kami terima ada pasien yang namanya RS berobat ke rumah sakit kita. Masuk sekitar jam 17.00 WIB tanggal 21 September 2018, keluar atau pulang setelah berobat tanggal 24 September 2018 sekitar jam 21.00 malam," ujar juru bicara RSK Bina Estetika Arrisman.
Namun Arisman tidak menjelaskan lebih jauh terkait tindakan pengobatan yang dilakukan Ratna. Pria berkacamata itu hanya mengatakan bahwa sebelumnya pada 20 September Ratna telah datang ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan awal.
"Kami tidak bisa membuka data medis pasien, karena dalam Permenkes no 269 tahun 2008, data pasien itu adalah hak pasien. Jadi kami tidak bisa memberikan data tindakan apa yang dilakukan terhadap pasien bernama RS," ujarnya.
Arisman juga menyebut bahwa Ratna merupakan pasien lama dari RSK Bina Estetika. Perempuan 70 tahun itu diketahui telah beberapa kali mendatangi rumah sakit yang berada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat itu untuk melakukan beberapa pengobatan.
Terkait informasi mengenai pihak kepolisian yang mendatangi rumah sakit untuk meminta sejumlah bukti rekaman CCTV, pihaknya membenarkan hal tersebut.
Dari fakta-fakta inilah, aktivis yang sering kritis pada pemerintah ini akhirnya menggelar konferensi pers dan mengatakan ia tidak dianiaya.
Ratna mengungkapkan bahwa pada 21 September 2018, ia mendatangi RS Bina Estetika di Menteng untuk melakukan prosedur sedot lemak di pipi kanan dan kirinya.
Namun, pada 22 September saat terbangun, Ratna melihat mukanya lebam berlebihan tidak seperti yang ia alami biasanya.
Melihat kondisi mukanya, ia menanyakan pada pihak dokter dan mendapatkan jawaban lebam merupakan hal wajar setelah menjalani operasi plastik.
"Saya membutuhkan alasan untuk anak saya di rumah kenapa muka lebam dan saya jawab kekerasan," ucap Ratna.
Anak-anaknya tidak puas dengan jawaban pendek itu dan dalam seminggu ia terus dikorek sehingga ia berakhir melakukan kebohongan dan mengembangkan ide cerita pemukulan.
Cerita tersebut hanya berputar di lingkungan keluarga dan Ratna tidak bermaksud mengaitkan hal tersebut dengan politik, apalagi setelah fotonya bermuka lebam sepekan lebih kemudian tersebar di media sosial.
"Saya mohon apapun yang saya sampaikan hari ini, sesuatu yang membuat kegaduhan dua hari terakhir ini bisa membuat kita saling memaafkan," tutur dia.
Polisi Segera Periksa
Tim gabungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dan Polda Metro Jaya segera memeriksa aktivis Ratna Sarumpaet terkait tidak ditemukannya fakta tentang informasi pengeroyokan.
"Kami akan memeriksa Ibu Ratna Sarumpaet," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Nico Afinta.
Kombes Nico juga mengungkapkan polisi telah menerima empat laporan terkait kasus dugaan pengeroyokan terhadap aktivis Ratna Sarumpaet tersebut.
"Ada tiga laporan polisi yang masuk ke Polda Metro Jaya. Satu laporan ke Bareskrim Polri," katanya saat konferensi pers.
Menurut dia, tiga laporan berisi permintaan terhadap polisi untuk mengusut pemberitaan bohong mengenai pengeroyokan terhadap Ratna.
Adapun pemberitaan bohong alias hoaks yang dilaporkan sesuai pasal 14 ayat 1 dan 2 dan pasal 28 ayat 1 dan 2 juncto pasal 125 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang setiap orang yang menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian.
"Pasal 14 barang siapa yang menyebarkan akan dipenjara sepuluh tahun, penyidik di Bareskrim dan Polda Jabar masih melakukan pendalaman," tegas Nico.
Sementara satu laporan lagi berisi desakan terhadap polisi untuk mengusut pelaku pemukulan terhadap Ratna.
Kenyataan ini membuat Partai Gerindra mempertimbangkan posisi Ratna Sarumpaet sebagai juru kampanye dalam tim badan pemenangan nasional pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Salah dong itu, nggak bener berarti dia (Ratna). Ya yang bersangkutan nanti akan kita pertimbangkan (apakah) terus dalam tim atau tidak," kata Ketua DPP Partai Gerindara Ahmad Riza Patria usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Riza menjelaskan Partai Gerindra menjadi pihak yang dirugikan atas pernyataan bohong Ratna Sarumpaet, yang mengaku luka-luka akibat dikeroyok, padahal itu akibat kesalahan tindakan bedah plastik sedot lemak.
"Tentu kami pihak yang dirugikan atas apa yang disampaikan beliau (Ratna) terkait berita-berita sebelumnya. Saya kira ini peristiwa yang sangat penting agar ke depan tidak diulangi oleh siapapun, apalagi disampaikan kepada publik, media luas, dan ini ada konsekuensinya," tegasnya.
Meskipun prihatin dengan kondisi Ratna, Riza menegaskan kebohongan yang dilakukan aktris teater tersebut tidak dibenarkan, sehingga Ratna harus meminta maaf kepada publik dan menerima konsekuensinya.
"Mungkin maksud Bu Ratna ingin menjelaskan singkat pada anaknya, tapi info yang salah itu berdampak luas. Informasi ini sangat tidak baik dan salah," ujarnya.
Ratna telah meminta maaf kepada calon presiden Prabowo Subianto dan semua pihak yang mendukungnya karena telah menyampaikan kebohongan bahwa ia dianiaya sehingga menimbulkan kegaduhan.
"Melalui forum ini juga saya dengan sangat memohon maaf kepada Pak Prabowo, terutama kepada Pak Prabowo Subianto yang dengan tulus membela saya, membela kebohongan yang saya buat," katanya.
Di depan Prabowo dan Amien Rais dalam pertemuan Selasa (2/10) malam, saat ditanyai apa yang sebenarnya terjadi pada mukanya sehingga lebam, Ratna menjawab karena menerima kekerasan di Bandung pada 21 September 2018.
Sampai keluar dari Lapangan Polo di kediaman Prabowo, ia mengaku tetap diam dan membiarkan kebohongannya bergulir.
Saat itu, Ratna menyebut sudah berpikir apa yang dilakukannya adalah kesalahan besar, tetapi masih memilih untuk diam dan tidak membuka kebohongannya.
"Waktu saya berpisah dengan Pak Prabowo dan Amien Rais, saya tahu sebenarnya di hati ini saya salah, tapi saya tidak mencegah mereka. Itulah yang terjadi," ucap dia.
Apalagi saat melihat Prabowo dan rekan-rekan aktivisnya membela dia untuk mendapat keadilan dalam sebuah jumpa pers, Ratna semakin merasa bersalah.
Dan akhirnya Ratna memilih untuk mengakhiri kebohongan yang dikarangnya dengan menjelaskan kepada keluarganya dan mengakui kebohongannya dalam jumpa pers.
"Saya minta maaf kepada orang-orang yang membantu saya di rumah ini yang selama sekian hari ini saya selalu bohongi. Bohong itu sebuah perbuatan yang salah," tutur dia.
Ia berjanji ke depan akan memperbaiki diri agar tidak melakukan kesalahan yang sama melukai hati banyak pihak yang mempercayai dan mendukungnya.
Ratna mengakui tidak terjadi penganiayaan pada dirinya dan membenarkan luka lebam di wajahnya karena melakukan prosedur bedah plastik.
Awalnya kebohongan yang dilakukannya untuk menutupi fakta bahwa ia melakukan operasi plastik di lingkungan keluarganya, tetapi terus bergulir hingga menjadi hoaks yang menyebar luas.
"Kali ini saya pencipta hoaks terbaik ternyata, menghebohkan semua negeri. Mari kita ambil pelajaran dan bangsa kita ini dalam keadaan tidak baik, seperti yang saya lakukan ini mari kita hentikan," tutur Ratna.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018