Sigi, Sulteng (ANTARA News) - Para pengungsi di sejumlah desa di Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah butuh bantuan makanan, sarung dan selimut untuk tempat berlindung.Sebagian besar penduduk di Lindu rumah rusak dan warga hanya membuat tenda-tenda darurat di halaman rumah..
"Sebagian besar penduduk di Lindu rumah rusak dan warga hanya membuat tenda-tenda darurat di halaman rumah," kata Ny Merry, salah seorang pengungsi di Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Sabtu.
Selain bangunan rumah penduduk, sarana ibadah gereja dan masjid di daerah itu rata-rata tingkat guncangan gempa yang cukup keras di kecamatan yang terletak sekitar 2.000 dari permukaan laut.
Kecamatan tersebut juga pernah diguncang gempa beberapa tahun yang lalu, rumah, tempat ibadah, sekolah dan kantor desa rusak dan korban jiwa jiwa orang tertumur rempat rumah.
Gempa bumi kali ini yang terjadi pada 28 September 2018 satu orang anak meninggal dunia dan beberapa warga luka-luka.
Hal senada juga disampaikan Bertolomeus, salah seorang warga Desa Olu. Desa Olu berada di seberang Danau Lindu. Untuk menuju desa itu harus nait perahu atau kapal motor.
Ia juga mengatakan belum tentu mendapatkan bantuan bahan makanan dan logistik lainnya.
Karena kekurangan bahan pangan beras, warga kebanyakan ubi jalar, talas dan pisang agar bisa hidup.
Selain bahan makanan, juga butuh tenda dan selimut karena mala hari udaranya sangat dingin.
Bantuan untuk korban gempa di wilayah itu hanya bisa lewat udara, sebab akses jalan menuju Lindu sejak gempabumi putus total tertimbung tanah longsor.
Warga Lindung akan mendapat sambutan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten demi berjuang agar bisa dapat di lewati kendaraan roda dua dan mobil.
Untuk menuju wilayah Lindu harus melewati kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang merupakan cagar biosfer dunia.
Baca juga: Alat berat bersihkan jalan longsor antarkabupaten di Palu-Sigi
Baca juga: Wapres: 3 helikopter distribusi bantuan ke Sigi dan Donggala
Baca juga: Toli-toli kondusif pascagempa Sulteng
Pewarta: Anas Masa
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018