• Beranda
  • Berita
  • Butuh enam ekskavator untuk evakuasi korban likuifaksi

Butuh enam ekskavator untuk evakuasi korban likuifaksi

7 Oktober 2018 18:24 WIB
Butuh enam ekskavator untuk evakuasi korban likuifaksi
Arsip Foto. Anggota Basarnas bersama TNI dan relawan dibantu alat berat melakukan pencarian jenazah korban gempa dan tsunami di Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10/2018). Basarnas bersama TNI dan relawan terus melakukan pencarian serta evakuasi jenazah di wilayah tersebut. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan butuh enam eskavator amphibi untuk mengevakuasi korban yang tertimbun lumpur akibat proses likuifaksi yang terjadi saat gempa dan tsunami melanda sebagian wilayah Sulawesi Tengah, pada 28 September. 

"Untuk di wilayah yang mengalami likuifaksi yaitu di Jono Oge di Kabupaten Sigi ini memerlukan eskavator amphibi karena lumpurnya masih basah, masih belum kering semuanya, sehingga harus menggunakan eskavator amfibi sebanyak enam unit, kalau tidak, akan kesulitan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu. 

Sutopo mengatakan menurut perkiraan ada 366 bangunan yang rusak di Jono Oge dan area yang tertutup lumpur akibat likuifaksi di daerah itu mencapai 202 hektare. 

"Oleh karena itu, tim SAR (pencarian dan penyelamatan) memerlukan enam unit eskavator amphibi," tuturnya.

Dia menjelaskan lumpur basah menyulitkan evakuasi korban di Jono Oge sehingga menurut data sementara sampai Minggu (7/10) pukul 13.00 WIB baru 33 orang yang berhasil ditemukan, 31 selamat dan dua meninggal dunia.

BNPB menyatakan bahwa menurut informasi tidak ada korban yang berhasil dievakuasi dari 4-6 Oktober 2018 di Jono Oge. 

"Kita meminta kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mencari atau menyewa nantinya untuk eskavator amphibi, mungkin sulit mencarinya tapi kita berkejaran dengan waktu untuk penanganan bencana ini," tuturnya.

Wilayah yang terdampak likuifaksi antara lain Jono Oge di Sigi serta Balaroa dan Petobo di Palu.

Sutopo menjelaskan likuifaksi adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain 
secara mendadak, sehingga tanah yang padat berubah menjadi cairan. 

Syarat terjadinya likuifaksi adalah lapisan tanah berupa pasir, kerikil, batuan apung dan tidak lengket, bersifat lepas atau gembur; kedalaman muka air tanah tergolong dangkal atau kurang dari 10 meter dari permukaan tanah; goncangan gempabumi lebih dari 6 skala richter; durasi goncangan gempabumi lebih dari satu menit; serta percepatan gempa bumi lebih dari 0,1 g.

Berdasarkan data sementara, sebanyak 51 alat berat sudah dikerahkan untuk membantu evakuasi korban dan pembersihan puing-puing bangunan dan longsor. Bantuan alat berat lain masih dalam perjalanan dari Balikpapan, Makassar, Poso, Jakarta dan daerah lain. 

Baca juga:
BNPB catat 1.763 korban gempa Sulteng
Tim kemanusiaan Prancis cari korban di Petobo

 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018