Ayo anak-anak Palu kembali ke sekolah

8 Oktober 2018 07:12 WIB
Ayo anak-anak Palu kembali ke sekolah
Salah seorang pengungsi anak-anak asal Desa Lolu, Abdul Talib (10) saat ditemui di posko pengungsian di Lapangan Bumi Jaya, Desa Mpanau, Kecamatan Sigibiromaru, Kabupaten Sigi, Minggu (7/10). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)

Seluruh aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pendidikan untuk mulai aktif bekerja pada Senin (8/10)

Palu (ANTARA News) - Memasuki hari ke-10 pascagempa, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah, Kota Palu mulai bergeliat. Listrik 90 persen menuju normal, supermarket besar di tengah kota kembali beroperasi, antrean panjang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah berkurang.

"Yang terdampak gempa tetap harus menatap ke depan, membangun kembali baik fisik maupun mental," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat berada di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sulawesi Tengah, Sabtu (6/10).

Peserta didik, lanjutnya, harus dibangkitkan untuk kembali belajar, karena mereka tumpuan membangun Palu di masa depan.

Sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo, anak-anak harus segera kembali memulai proses belajar, karena jika terlalu lama siswa akan kesulitan kembali belajar. "Apapun kondisinya, kita mulai," ujar Muhadjir.

Ia meminta dinas terkait segera mendata siswa, mencari posisinya di mana, dan meminta mencatat apa saja kebutuhan yang sangat diperlukan agar bisa segera menjalankan proses belajar dan mengajar.

Untuk masa awal pemulihan, menurut Muhadjir, nanti akan ada kelas-kelas darurat yang sebenarnya menjadi kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Namun untuk berjaga-jaga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan mengirimkan terpal.

Seperti tenda-tenda yang juga sudah didirikan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), maka satu tenda bisa digunakan untuk enam kelas. Tenda seharga Rp30 juta ini, lanjutnya, bisa bertahan digunakan selama satu tahun. Karena  selanjutnya akan dibangun sekolah darurat oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Kementerian PUPR pekerjaannya juga banyak. Sehingga untuk berjaga-jaga, sekolah darurat kita juga bisa dipakai," ujar Muhadjir.

Dalam dua tahun, baru akan dibangun sekolah-sekolah permanen baru. Pembangunannya nanti akan mengikuti sistem zonasi, lanjutnya.

Muhadjir menegaskan tidak perlu ada pembeda jenjang pendidikan di kelas darurat, karena yang terpenting semua murid kembali belajar. "Syukur-syukur kalau bisa sekalian sarapan pagi bersama atau makan siang bersama."

Selain itu, ia melanjutkan, tidak perlu membicarakan pelajaran di kelas darurat, karena yang terpenting anak-anak datang dan mulai bisa menghilangkan trauma dari bencana yang baru saja menimpanya.

Ia juga meminta agar kepala sekolah bisa menggiatkan kerja bakti untuk membangun tenda sebagai kelas darurat. Namun, dirinya meminta tidak perlu dipaksa jika memang guru-guru belum mau atau belum sanggup melakukannya.

Ditemui di tenda kelas darurat di Petobo, Palu, Sabtu (6/10), Syakira yang merupakan murid pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Shifa yang merupakan murid Sekolah Luar Biasa (SLB) sama-sama sedang asyik menggambar dengan begitu antusias.

Meski belum sampai 20 anak yang hadir mengikuti penyembuhan trauma di kelas darurat tersebut, namun Mendikbud yang sempat hadir di sana yakin jumlahnya akan bertambah nantinya.

Instruksi Gubernur

Surat Instruksi Gubernur Sulawesi Tengah tertanggal 5 Oktober 2018 tentang Keaktifan Melaksanakan Tugas PNS Provinsi Sulawesi Tengah  mewajibkan seluruh PNS kembali hadir dan aktif bekerja pada 8 Oktober 2018.

Ia juga menginstruksikan Kepala Organisasi Perangkat Daerah Lingkup Sulawesi Tengah, termasuk pejabat struktural  lainnya untuk ikut memantau kehadiran PNS. Pejabat pengelola kepegawaian juga diminta untuk mendata PNS dan   tenaga kontrak pada masing-masing perangkat daerah.

Maka berbekal surat instruksi tersebut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah Irwan Lahace meminta seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajarannya untuk mulai aktif bekerja pada Senin (8/10), sekalipun nantinya kegiatan hanya akan dilaksanakan di halaman saja.

Permintaan ini sekaligus ditujukan pada para guru yang ada di Palu, Sigi dan Donggala, agar mereka dapat segera kembali mengajar.

Guru SMKN 4 Palu Patrini Hadjli (43) ditemui di tempat pengungsian di Dusun Ranoropa, Desa Loru, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng), Minggu, mengatakan dirinya siap saja untuk kembali mengajar, meski nantinya hanya dimulai dari kelas-kelas darurat di bawah tenda.

Namun hingga saat ini ia mengaku belum mendapatkan informasi dari pihak sekolah maupun dinas terkait kapan aktivitas belajar-mengajar di Kota Palu akan kembali mulai berjalan.

"Saya belum dapat informasi apa-apa, karena telepon genggam saya juga terjatuh waktu menyelamatkan diri dari lumpur. Hanya memang saya tahu Kepala Sekolah sempat bertanya pada kakak saya apakah saya selamat dari bencana, tapi tidak memberi informasi kapan aktivitas sekolah berjalan lagi," lanjutnya.

Hingga hari ke-10 pascabencana Patrini mengaku belum sekalipun keluar dari pengungsian dan melihat kondisi sekolah tempatnya mengajar. "Saya ingin sekali lihat sekolah, tapi jaraknya cukup jauh dari pengungsian, sementara motor untuk ke sana sudah tidak ada (tertimbun lumpur)," ujar dia.

Kendala-kendala dari para guru lainnya tampaknya lebih kurang sama dengan apa yang dirasakan Patrini, selain juga masih diliputi rasa trauma. Dengan hanya memiliki pakaian yang melekat di tubuh, tentu akan susah bagi guru-guru lain untuk bisa hadir memulai proses belajar dan mengajar.

 Baca juga: Mendikbud pertimbangkan pemindahan sekolah di sesar Palu-Koro
Baca juga: Mendikbud segera dirikan sekolah darurat gempa di Sulteng

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018