Burukkah mengonsumsi bacon?

8 Oktober 2018 08:29 WIB
Burukkah mengonsumsi bacon?
Bacon (Shutterstock)

Jakarta (ANTARA News) – Salah satu pilihan makan siang saat akhir pekan adalah baicon. Namun, banyak orang berpikir bahwa bacon dan jenis daging lainnya itu berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara. 

Penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Cancer Research pada bulan September, menilik 15 penelitian sebelumnya, termasuk total lebih dari 1,2 juta perempuan, memusatkan relasi antara kanker payudara dan daging olahan. Para peneliti menemukan bahwa seseorang yang mengonsumsi daging olahan dalam jumlah paling banyak—antara 0,9 ons atau 1 ons (25 dan 35 gram) per hari—dapat berisiko tinggi mengalami kanker payudara hingga 9 persen dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi daging olahan dalam jumlah sangat sedikit, yaitu 0 menjadi 0,07 ons atau 0,17 ons (2 sampai 5 gram) per hari, seperti dilaporkan Livescience, yang dikutip Senin. 

Tidak semua karya ilmiah itu menyelidiki relasi ini hingga pada kesimpulan yang sama, bagaimana pun: Sebuah penelitian bekerja sama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun 2015, misalnya, tidak, meskipun itu memutuskan makanan ini meningkatkan risiko kanker usus besar (kolorektal). Kemudian, apa yang mesti dilakukan oleh pecinta bacon?

Baca juga: Daging merah picu kanker usus besar pada wanita

Direktur ilmiah senior dari penelitian epidemiologi di American Cancer Society Dr. Marji McCullough, mencatat bahwa kanker payudara adalah penyakit umum yang dialami perempuan. Seperti halnya salami (sosis dari sapi atau babi), hot dog, dan daging olahan lain itu memang populer menjadi pilihan makanan. Secara bersamaan, terdapat risiko yang ditimbulkan dari makanan tersebut, meski kecil, namun patut diperhatikan, terutama sejak meta-analisis sebelumnya pada topik yang menghasilkan kesimpulan serupa. 

Peneliti ilmu daging dan adjunct profesor dari ilmu hewan di University of Wisconsin-Madison Andrew Milkowski mengakui adanya keterbatasan dalam menghubungkan makanan tertentu dengan risiko kesehatan karena hanya berdasarkan ingatan pola makan peserta peneliti di masa lalu. 

Adanya 9 persen peningkatan risiko, sambung Milkowski, dalam laporan ini dapat menjadi kesalahan statistik, dan tidak cukup membuat banyak orang khawatir. Ia juga mengkritisi laporan WHO 2015 yang memberi label daging olahan kemungkinan karsinogen dan meningkatkan risiko kanker usus hingga 18 persen. 

Penulis utama proyek terbaru dan peneliti di Harvard T. H. Chan School of Public Health juga mengandalkan pada studi yang menyurvei perempuan sebelum mereka menerima diagnosis. Mereka cenderung tidak mengacaukan diet pra dan pascakanker mereka. 

Baca juga: Tanya jawab seputar kanker payudara

Mengenai konsumsi jumlah serat atau buah-buahan dan sayuran dalam diet seseorang itu dapat menurunkan risiko penyakit kanker, lanjut Farvid, itu pun hanya berpengaruh sedikit. Sebab, beberapa faktor risiko kanker payudara itu tidak dapat diubah, seperti apakah perempuan memiliki gen kanker payudara saat mereka mendapat menstruasi. 

Baik Farvid dan McCullough sama-sama merekomendasikan diet American Cancer Society untuk memerhatikan jumlah daging olahan yang Anda konsumsi guna meminimalkan risiko kanker. 

“Perbanyak makan sayuran dan asuplah daging merah dan olahan dalam jumlah sedikit menjadi rekomendasi yang sama untuk pola sehat lainnya,” pungkas McCullough. 

 

Penerjemah: Anggarini Paramita
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018