“Konsep One Health yang dikembangkan oleh multidisiplin ilmu dan lintas sektor yang terintegrasi dapat mencegah wabah penyakit pascabencana, terutama transmisi penyakit antara manusia, hewan, dan lingkungan," kata Wiku melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Langkah yang harus diambil pemerintah, menurut Wiku adalah membentuk koordinasi antara dinas-dinas kota dan kabupaten setempat dengan badan atau dinas tingkat provinsi serta tingkat nasional agar menghasilkan strategi penanganan yang menyeluruh.
Salah satu contoh program yang dapat dicapai dengan kerjasama multisektor adalah program pengadaan tempat pengungsian bersama yang memenuhi standar.
Tempat pengungsian bersama seperti tenda-tenda darurat atau barak harus dalam kondisi layak agar tidak membuat angka korban jiwa semakin bertambah akibat penyakit menular.
Kondisi tempat pengungsian yang layak ditandai dengan tersedianya air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai, serta pangan yang mencukupi. Tenaga kesehatan yang didatangkan atau bertugas juga diharapkan adalah yang memiliki kualifikasi sehingga dapat memberikan perawatan terbaik dengan didukung jumlah dan jenis obat yang memadai.
"Standar minimal pelayanan kesehatan di pengungsian menurut Kemenkes adalah pelayanan kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan reproduksi, dan pelayanan kesehatan jiwa," katanya.
Sementara itu Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr. Anung Sugiantono menyatakan bahwa pendekatan "One Health" dapat mencegah perluasan endemis malaria di Palu, Dongala dan sekitarnya yang merupakan daerah endemis malaria.
One Health adalah usaha kolaborasi berbagai profesi dan institusi kesehatan yang bekerja secara lokal, nasional, dan global dalam mencapai kesehatan yang optimal melalui pencegahan dan mitigasi dampak buruk akibat interaksi hewan, manusia, dan lingkungan.
"Ini berarti bahwa dokter, dokter hewan, perawat, apoteker, dokter gigi, ahli epidemiologi, serta institusi kesehatan maupun institusi lainnya yang terkait bekerjasama dalam mengatasi isu kesehatan," kata Anung.
Menurut berbagai studi, penyakit diare menyumbang sebanyak 40% angka kematian di lokasi bencana dan pengungsian. Penyebaran diare berkaitan dengan sumber air tercemar, kontaminasi air selama transportasi dan penyimpanan, penggunaan alat masak bersama, kurangnya sabun, dan makanan yang terkontaminasi.
Selain memakan banyak korban jiwa dan menghancurkan lebih dari 65.000 bangunan, gempa dan tsunami yang terjadi di Sulawesi Tengah juga berdampak pada pertanian perikanan, maupun peternakan.
Hewan ternak yang mati akibat bencana akan meningkatkan risiko penyakit zoonosis terhadap manusia, sepeti antraks, rabies, leptospirosis dan lainnya.
Baca juga: Indohun: dibutuhkan riset kesehatan dampak deforestasi
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2018