Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra di Jakarta, mengatakan kebijakan bank sentral Tiongkok (People`s Bank of China/PBoC) menjadi salah satu faktor pemicu mata uang di kawasan Asia cenderung kembali melemah.
"Dengan latar belakang ketegangan perdagangan AS-Tiongkok, PBoC memutuskan untuk menurunkan rasio cadangan wajib untuk beberapa bank pemberi pinjaman sebesar 1 persen. Kebijakan moneter itu menekan yuan, dan berimbas ke mata uang negara berkembang," paparnya.
Ia menambahkan jika konfrontasi perdagangan antara Amerika Serikat-Tiongkok terus berlanjut, maka dapat memicu sejumlah masalah bagi ekonomi global yang akhirnya berdampak negatif bagi mata uang negara berkembang.
"Pergerakan nilai tukar rupiah saat ini terpengaruh sentimen eksternal," katanya.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova mengatakan data ekonomi Amerika Serikat yang cukup positif juga masih mempengaruhi pergerakan mata uang rupiah.
"Data ekonomi AS yang positif memicu spekulasi di pasar, the Fed akan kembali menaikan suku bunga acuannya pada akhir tahun ini,," katanya.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari ini (9/10), tercatat mata uang rupiah melemah menjadi Rp15.233 dibanding sebelumnya (8/10) di posisi Rp15.193 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah terdepresiasi karena banyak sentimen negatif global
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2018