• Beranda
  • Berita
  • Semarang kebut pembersihan lapak dagang di Banjir Kanal Timur

Semarang kebut pembersihan lapak dagang di Banjir Kanal Timur

10 Oktober 2018 10:08 WIB
Semarang kebut pembersihan lapak dagang di Banjir Kanal Timur
Arsip Foto. Pedagang kali lima Barito Mlatiharjo yang kiosnya terkena proyek normalisasi sungai Banjir Kanal Timur berunjuk rasa menolak direlokasi ke tempat baru, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (10/4/2018). Mereka menolak dipindahkan karena kios di Pasar Klithikan Penggaron dinilai kurang layak sebab hanya berukuran 2-3 meter persegi. (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)
Semarang, Jawa Tengah (ANTARA News) - Dinas Perdagangan Kota Semarang mengebut pembongkaran lapak dagang dan hunian liar di sepanjang bantaran Sungai Banjir Kanal Timur (BKT).

"Memang masih ada ratusan PKL yang masih belum dibongkar, kami targetkan pertengahan Oktober ini seluruhnya sudah rata dengan tanah," kata Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Fajar Purwoto di Semarang, Rabu.

Dia menjelaskan pembongkaran bangunan liar dilakukan secara bertahap. Lima belas bangunan liar di Kelurahan Mlatiharjo sudah dibongkar dan pemiliknya pindah ke lokasi baru.

Sekitar 550 lapak dagang lain yang ada di Mlatiharjo dan Karangtempel, menurut dia, maksimal sudah dibongkar pada 17 Oktober menyusul pembongkaran 94 lapak dagang di Bugangan dan Rejosari.

"Bulan ini kami fokus dulu di Mlatiharjo dan Karangtempel. Kelurahan Bugangan dan Rejosari target kami setelah itu, karena ini memang ada percepatan, kami bongkar secara bertahap," katanya.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana sedang melakukan normalisasi Sungai BKT. Normalisasi ditargetkan rampung akhir 2018.

Ribuan lapak dagang dan hunian liar yang selama ini berada di bantaran sungai akan dipindahkan dalam normalisasi itu. Sebagian besar pedagang yang semula berjualan di kawasan itu sudah dipindahkan ke Pasar Klithikan Penggaron dan Pasar Waru.

Pemerintah Kota Semarang juga telah menyediakan lahan di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang bisa disewa para pedagang kaki lima yang sebelumnya beroperasi di kawasan Sungai BKT.

Fajar berharap pemindahan lapak pedagang dari kawasan bantaran sungai mendapat dukungan dari seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) karena upaya itu berkaitan dengan instansi pemerintah lain.

Ia mencontohkan adanya kasus warga terdampak relokasi yang tidak kunjung mendapatkan hunian pengganti di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di bawah Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman.

"Ini yang jadi kendala kami, padahal kami sudah meminta untuk segera dicarikan rumah susun yang kosong. Kalau belum diberikan, kami tidak akan membongkar bangunannya. Nanti mereka tinggal di mana?" katanya.

Dia menekankan bahwa relokasi lapak dagang dan hunian liar di sepanjang bantaran Sungai BKT memerlukan koordinasi dan sinergi dari seluruh jajaran pemerintahan. 

 

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018