Mengurangi angka kemiskinan di kawasan ini tetap menjadi agenda yang belum selesai, meskipun beberapa negara memiliki pendapatan per kapita yang relatif tinggi
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kemajuan ekonomi kawasan Asia Timur menghadapi lima tantangan yaitu kemiskinan, kesenjangan, tata kelola, perubahan iklim, dan infrastruktur.
"Mengurangi angka kemiskinan di kawasan ini tetap menjadi agenda yang belum selesai, meskipun beberapa negara memiliki pendapatan per kapita yang relatif tinggi," kata Menkeu saat menyampaikan pidato pembukaan seminar A Resurgent East Asia: Adapting to New Realities sebagai bagian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Rabu.
Di Indonesia, untuk pertama kali dalam sejarah, angka kemiskinan di bawah 10 persen.
Sementara kesenjangan pendapatan di sejumlah negara Asia Timur telah menghambat pencapaian ekonomi inklusif.
Isu tata kelola, termasuk pelayanan publik yang buruk, lemahnya lembaga pemerintahan, dan korupsi, masih menjadi tantangan di kawasan ini.
Selain itu, peningkatan dampak dari cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas semakin memperburuk situasi.
"Inefisiensi infrastruktur juga menghambat pertumbuhan ekonomi kita," ujar Menkeu.
Kelambanan pertumbuhan ekonomi Asia Timur dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni keseimbangan baru perekonomian China, banyaknya jumlah penduduk usia lanjut, dan proteksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara maju.
Laporan yang dirilis Deloitte pada September 2017 memprediksi bahwa "Asia akan menjadi rumah bagi 60 persen populasi dunia yang berusia 65 tahun ke atas pada 2030".
"Indonesia memiliki demografi penduduk muda, sayangnya kami bukan negara terbesar di kawasan ini," kata Sri Mulyani.
Untuk menangani berbagai tantangan tersebut, negara-negara Asia Timur perlu mengarahkan kebijakan ke arah yang lebih positif dengan mengkapitalisasi globalisasi dan kemajuan teknologi.
Setiap negara, menurut Menkeu, perlu memastikan kerangka kerja sama internasional dan pendekatan multilateral dijalankan oleh setiap negara untuk menghindari langkah-langkah proteksionisme.
"Kita juga harus menghindari pembuatan kebijakan yang distortif dan rembesan negatif yang akan meningkatkan ketegangan di negara Asia Timur,” ia melanjutkan.
Untuk itu diharapkan negara-negara Asia Timur dapat bersama-sama menyalurkan aspirasi agar perekonomian global menjadi lebih baik.
Selain itu, para pembuat kebijakan didorong untuk mengedepankan inklusifitas sosial misalnya dengan meningkatkan akses kepada pendidikan, pelayanan kesehatan, dan jaminan sosial.
"Dunia membutuhkan contoh dan inspirasi, dan Asia Timur harus menjadi salah satu kawasan yang memberikan inspirasi itu," tutur Sri Mulyani. ***3***
Baca juga: Indonesia jadi negara dengan perbaikan regulasi bisnis terbaik di Asia Timur dan Pasifik
Baca juga: Bank Dunia perkirakan pertumbuhan ekonomi Asia Timur lebih baik
Baca juga: China ingin ciptakan masyarakat ekonomi Asia Timur
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2018