Riau tawarkan adopsi tiga bayi beruang madu

11 Oktober 2018 17:09 WIB
Riau tawarkan adopsi tiga bayi beruang madu
Petugas memberi susu botol kepada seekor bayi beruang madu di klinik transit Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Pekanbaru, Riau, Selasa (9/10/2018). BBKSDA Riau merawat tiga bayi beruang madu berusia dua hingga tiga bulan yang terpisah dari induknya karena perubahan hutan sebagai habitat asli satwa tersebut menjadi hutan tanaman industri dan kelapa sawit. (ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.)

Bayi beruang ini minum susu dari botol hingga usia 15 sampai 18 bulan. Untuk selanjutnya akan dilepasliarkan ketika usia dua tahun, karena pada umur itu mereka bisa mandiri.

Pekanbaru (ANTARA News) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau membuka peluang bagi siapa saja yang ingin mengadopsi tiga bayi beruang madu liar yang terlantar karena terpisah dari induknya.

Dokter Hewan BBKSDA Riau, Rini Deswita di Pekanbaru, Kamis, mengatakan layanan adopsi itu dibuka karena lembaga di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu kesulitan dana untuk memelihara tiga bayi beruang tersebut.

"Tapi adopsinya bukan dengan mambawa fisiknya ke rumah, melainkan membantu biaya makan dan beruangnya tetap dipelihara di sini," kata Rini Deswita.

Berdasarkan pantuan Antara, tiga ekor bayi beruang itu kini ditempatkan di kandang terpisah di klinik transit BBKSDA Riau di Kota Pekanbaru. Ketiganya dalam kondisi sehat, aktif dan akrab dengan manusia.

Tim medis BBKSDA Riau memberi mereka makan susu bayi lewat botol dan buah-buahan. Siapa yang ingin mengadopsi bisa membantu biaya makan, maupun membawa susu untuk bayi beruang tersebut.

Klinik transit BBKSDA Riau kini juga tidak hanya memelihara tiga bayi beruang tersebut. Ada banyak hewan dilindungi yang berada di sana, seperti beruang madu dewasa, kura-kura, macan dahan, serta puluhan burung kakatua jambul kuning dan kakatua raja.

"Dalam tiga bulan terakhir sejak Agustus, kami menerima bayi beruang madu. Jadi setiap bulan ada satu ekor yang dikirim ke sini," katanya.
 
Dokter hewan menunjukkan beberapa ekor bayi beruang madu di klinik transit Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Pekanbaru, Riau, Selasa (9/10/2018). BBKSDA Riau merawat tiga bayi beruang madu berusia dua hingga tiga bulan yang terpisah dari induknya karena perubahan hutan sebagai habitat asli satwa tersebut menjadi hutan tanaman industri dan kelapa sawit. ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.


Petugas sudah memberi nama bagi setiap bayi beruang yang masing-masing diperkirakan berusia dua hingga tiga bulan itu. Rini menjelaskan, bayi beruang pertama datang pada bulan Agustus dari Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, dan diberi nama Marsha. Beruang betina yang diperkirakan berusia tiga bulan itu terpisah dari induknya dan diserahkan oleh warga ke BBKSDA Riau.

Dua beruang lainnya berasal dari hutan tanaman industri PT Arara Abadi di Kabupaten Siak dan Pelalawan. Satu ekor yang diterima pada bulan September diberi nama Madu dan berkelamin jantan. "Ketika tiba, kondisi badan Madu lemah dan sempat dirawat karena tidak mau makan," katanya.

Sedangkan, bayi beruang yang terakhir datang pada bulan Oktober diberi nama Cemong dan diperkirakan baru dua bulan. Bayi beruang itu juga terlihat belum terbiasa minum susu dari botol. "Bayi beruang ini minum susu dari botol hingga usia 15 sampai 18 bulan. Untuk selanjutnya akan dilepasliarkan ketika usia dua tahun, karena pada umur itu mereka bisa mandiri," katanya.*

Baca juga: BBKSDA Riau rawat 3 bayi beruang madu telantar

Baca juga: BBKSDA Riau bebaskan beruang madu dari jerat


 

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018