• Beranda
  • Berita
  • Bagi Jack Ma, kecerdasan intelektual dan emosional belum cukup

Bagi Jack Ma, kecerdasan intelektual dan emosional belum cukup

12 Oktober 2018 18:09 WIB
Bagi Jack Ma, kecerdasan intelektual dan emosional belum cukup
IMF-WBG: DIGITAL PLATFORMS Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim (kiri) bersama Pendiri Alibaba Jack Ma (kanan) menjadi pembicara di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10). Forum diskusi tersebut membahas Disrupting Development: How digital platforms and innovation are changing the future of developing nations. ICom/AM IMF-WBG/M Agung Rajasa/hp/2018. (KOMINFO/M Agung Rajasa)

Nusa Dua, Bali (Antara) - Pendiri Alibaba Group Jack Ma berpendapat selain kecerdasan intelektual (IQ) dan emosional (EQ), seseorang membutuhkan love quotient (LQ) untuk bisa sukses dalam usaha.

IQ dibutuhkan untuk mengetahui benar-benar apa yang dikerjakan dan EQ diperlukan untuk bekerjasama dengan orang lain dalam melakukan suatu pekerjaan.

"Tetapi kalau anda ingin dihormati, anda harus memiliki LQ, atau the q of love," kata Ma dalam sebuah diskusi di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Jumat.

LQ menekankan pada aspek kepedulian dan empati, sesuatu yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh mesin.

Berbicara dalam Bloomberg Global Business Forum di New York, September lalu, Ma menjelaskan keyakinannya bahwa manusia akan menemukan solusi atas masalah pelik saat ini diantaranya kemiskinan, perubahan iklim, dan penyakit---dengan mempercayai imajinasi dan kemampuan mereka untuk berpikir lebih baik daripada mesin.

Mesin, kata dia, tidak memiliki hati, jiwa, dan keyakinan. Sementara manusia adalah mahluk kreatif yang memiliki nilai-nilai dan keyakinan, sehingga dapat mengendalikan mesin.

Kualitas itu lah yang memberikan manusia kesempatan untuk membentuk globalisasi yang berperikemanusiaan.

Selain ketiga aspek tersebut, Ma melanjutkan, seorang pengusaha harus memiliki keyakinan. Dengan itu, seseorang tidak akan pernah takut melangkah.

"Keyakinan itu harus bersumber pada pertanyaan, apa nilai yang anda bisa berikan pada konsumen anda," tutur dia.

Pebisnis berusia 54 tahun itu dikenal memiliki prinsip mengutamakan konsumen, sebelum karyawan dan saham.

"Karena konsumen lah yang membayar kita, dan karyawan bekerja keras untuk kita. Kalau konsumen dan karyawan bahagia, itu akan berpengaruh positif pada saham," kata Ma.

Kisah hidup pria yang lahir dan dibesarkan oleh keluarga miskin di Hangzhou, China, itu telah menginspirasi orang di seluruh dunia.

Ma Yun, nama aslinya, sempat mengalami berbagai kegagalan sebelum memulai bisnis Alibaba pada 1999.

Siapa sangka 19 tahun kemudian Jack Ma menjadi orang terkaya kedua di China dengan pendapatan bersih mencapai 9,79 triliun dolar AS tahun ini.

September lalu, Ma membuat pengumuman yang cukup mengejutkan tentang niatnya meninggalkan raksasa e-commerce China itu guna mendedikasikan waktunya untuk filantropi yang berfokus pada pendidikan.

Baca juga: Pendidikan dinilai penting, Jack Ma ingin habiskan sisa hidup dengan mengajar

Baca juga: Di balik pensiun dini Jack Ma

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018