"Ini idenya awalnya kan sebenarnya cuma kotak perhiasan leluhur kami, bentuknya bulat saja. Lalu saya mulai pasang kain di dalamnya sebagai lapisan kemudian dikasih tali dan pengait kok laku," kata Bele Satria Putra pelaku UMKM yang mengikuti pameran Paviliun Indonesia di kawasan Hotel Westin di Nusa Dua, Bali pada Sabtu.
Bele tak pernah menyangka kreasinya itu mendapat sambutan posotif di masyarakat, bahkan menjadi tren.
"Awalnya dulu cuma saya pajang beberapa di toko saya di Ubud. Dulu sepi, lalu kita ikut trade expo di Jakarta dan mulailah dari situ orang-orang mulai pesan," kata pemilik Seni Bele Art Shop di Beleka, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah itu.
Saat ini, mereka mampu memproduksi hingga 7.000 buah tas sebulan dengan kisaran harga di toko mereka sekitar Rp145.000 satu tas rotan bulat. Tas kini sudah diekspor hingga ke Brasil, Australia dan Amerika Serikat.
Bele berpesan jika ingin membeli tas rotan bulat dengan kualitas baik maka sebaiknya perhatikan sejumlah hal sebelum membeli.
"Kalau bahan ketak dan rotan sih sama saja. Tapi perhatikan tali tas apakah terbuat dari kulit atau cuma kalep, kalau yang awet ya dari kulit, sama lihat kain di dalam tas kualitasnya apakah cukup baik," katanya.
Jika tas kotor, maka cukup dibersihkan pakai sikat gigi kering.
Banyak delegasi pertemuan IMF-WB yang tertarik dengan produk Bele. "Kebanyakan kalau mereka justru maunya tas yang berbentuk hand bag, bukan slempang," pungkasnya.
Baca juga: Saat Puan Maharani kunjungi Paviliun Indonesia
Baca juga: Perajin kipas Bali siapkan kipas khusus untuk Jokowi
Baca juga: Batik tulis Lasem dilirik pengusaha India
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018