Dalam kerangka KSS, pemerintah Indonesia, melalui BPOM akan menyediakan dukungan knowledge sharing berupa peningkatan kapasitas pengawasan obat secara komprehensif, mulai dari otorisasi uji klinis, otorisasi pemasaran, inspeksi peraturan, pengujian laboratorium, release vaksin, hingga farmakovigilan.
"Ini (peningkatan kapasitas pengawasan obat) salah satu bentuk diplomasi pemerintah Indonesia dalam mendukung tercapainya kemerdekaan Palestina," ujar Penny dalam sambutannya.
Diselenggarakan mulai tanggal 15 hingga 19 Oktober 2018, rangkaian kegiatan pelatihan internasional KSS meliputi aktivitas dialog dan praktik diantaranya adalah diskusi panel antara BPOM, Palestine National Medicines Regulatory Authorities (NMRA), dan perwakilan dari Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) serta rangkaian kunjungan ke fasilitas laboratorium BPOM, dan sejumlah produsen obat-obatan terkemuka di Tanah Air.
Penny melanjutkan, selain knowledge sharing, pihaknya juga akan mendorong pihak asosiasi farmasi dan makanan untuk meningkatkan akses masyarakat Palestina terhadap obat dan makanan yang berkualitas.
"Namun untuk tahap awal, kerjasama ini akan difokuskan pada peningkatan kapasitas pengawasan obat," ungkapnya.
Sementara itu, 1st Secretary Diplomat Palestina Muammar Milhem menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah Indonesia yang tanpa henti mendukung Palestina di berbagai bidang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya di tengah kecamuk konflik yang berkepanjangan.
"Kemandirian obat merupakan hal yang sangat dibutuhkan masyarakat Palestina untuk meminimalisir dampak dari konflik yang terjadi," tutur dia.
"Kami ingin berterima kasih kepada pemerintah Indonesia dan BPOM atas kesempatan yang sangat berharga ini," tambahnya.
Wujudkan kemandirian obat negara OKI
Penyediaan knowledge sharing dengan Palestina merupakan salah satu komitmen BPOM untuk mewujudkan kemandirian obat di negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Dibawah kerangka kerja KSS, BPOM pun telah menjalin kerjasama dengan sejumlah negara anggota OKI lainnya seperti Maroko dan Tunisia dalam dukungan pengembangan kemandirian produksi dan ketersediaan vaksin pada 27-29 Agustus 2018 lalu di Jakarta.
Penny mengatakan, mengingat pentingnya wujudkan kemandirian obat di negara anggota OKI, BPOM akan menyelenggarakan 1st Meeting of Head of National Regulatory Authorities (NMRAs) from OIC Member Countries di Jakarta pada tanggal 21-22 November 2018.
"Pada pertemuan itu akan dibahas isu terkait efektivitas regulasi yang terkait dengan ketersediaan dan kemandirian (self-reliance) dalam memenuhi kebutuhan obat, termasuk vaksin, yang aman, bermutu, dan terjangkau di negara anggota OKI," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Desra Percaya menyambut baik inisiatif BPOM untuk melakukan konsolidasi dengan badan pengawas obat dan makanan seluruh negara anggota OKI lewat penyelenggaraan 1st Meeting of Head of National Regulatory Authorities (NMRAs) from OIC Member Countries.
"Semoga acara ini dapat membantu wujudkan kemandirian obat di negara anggota OKI, khususnya di negara-negara yang saat ini mengalami konflik," tukasnya.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018