• Beranda
  • Berita
  • Pasar saham Asia melemah di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi China

Pasar saham Asia melemah di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi China

15 Oktober 2018 15:44 WIB
Pasar saham Asia melemah di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi China
Ilustrasi: Logo Indeks MSCI- China (REUTERS/Thomas White)

"Beberapa orang mengatakan pasar menarik kenyamanan dari data ekspor China"

Tokyo (ANTARA News) -  Saham-saham Asia melemah pada awal perdagangan Senin, karena kekhawatiran atas sengketa perdagangan China-AS, kemungkinan melambatnya ekonomi China, dan biaya pinjaman AS yang lebih tinggi, menekan optimisme meskipun pasar saham global rebound"akhir pekan lalu.

Tidak membantu sentimen pasar, harga minyak melonjak dan pasar saham Arab Saudi jatuh di tengah peningkatan ketegangan diplomatik antara Riyadh dan Barat, setelah monarki itu memperingatkan ancaman-ancaman yang akan menghukumnya atas hilangnya seorang jurnalis.

Indeks MSCI Asia Pasifik, indikator terluas saham Asia Pasifik di luar Jepang, turun 0,3 persen, sementara indeks Nikkei Jepang merosot 0,9 persen.

Indeks MSCI global, pengukur terluas pasar saham dunia turun 0,1 persen, setelah jatuh cukup besar 3,87 persen minggu lalu ke titik nadir satu tahun, dan menandai penurunan mingguan terbesar sejak Maret.

Guncangan telah menyalahkan serangkaian faktor, termasuk kekhawatiran tentang dampak perang dagang AS-China, lonjakan imbal hasil obligasi AS minggu ini dan kehati-hatian menjelang musim laporan laba perusahaan.

Sebagian setelah data perdagangan China menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada September, banyak investor tetap berhati-hati.

"Beberapa orang mengatakan pasar menarik kenyamanan dari data ekspor China. Tetapi bagi saya tampak begitu jelas bahwa angka itu meningkat oleh pemuatan awal (front-loading) menjelang pengenaan tarif," kata Norihiro Fujito, kepala analis investasi di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities.

Fujito mengatakan perang dagang mulai memakan korban pertumbuhan di China, mencatat bahwa data yang dirilis pada Jumat (12/10) menunjukkan penjualan mobil di China membukukan penurunan terbesar dalam tujuh tahun.

Selama akhir pekan, gubernur bank sentral China Yi Gang berkata dia masih melihat banyak ruang untuk penyesuaian suku bunga dan rasio persyaratan cadangan (RRR), ketika risiko-risiko negatif dari ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat tetap signifikan.

Kenaikan biaya pinjaman AS juga terlihat melemahkan para peminjam, terutama di pasar negara-negara berkembang.

Meskipun imbal hasil obligasi 10 tahun AS membukukan penurunan besar pertama dalam waktu sekitar dua bulan minggu lalu, setiap tanda-tanda inflasi bisa mendorong mereka naik lagi. Imbal hasil naik 1,5 basis poin pada Senin ke 3,156 persen.

Juga mulai menarik perhatian yang lebih luas, Arab Saudi menentang dengan tegas tuduhan dari Barat atas hilangnya Jamal Khashoggi, seorang warga AS dan kolumnis Washington Post.

Presiden AS Donald Trump mengancam hukuman berat jika ternyata Khashoggi terbunuh di konsulat Arab Saudi.

Pasar saham Arab Saudi sempat jatuh hingga sebanyak tujuh persen pada perdagangan Minggu (14/10), dan ditutup turun 3,5 persen pada level terendahnya sejak awal Januari.

Saham-saham di Dubai, pusat ekonomi regional, turun 1,5 persen ke posisi terendah, yang terakhir terlihat pada Januari 2006.

Harga minyak membalikkan tren turun mereka sejak awal bulan ini. Minyak mentah berjangka Brent persen menjadi 81 dolar AS per barel, memantul kembali dari terendah hampir tiga minggu pada Jumat (12/10) di 79,23 dolar AS.

Investor juga bersiap untuk KTT Uni Eropa pada Rabu (17/10).

Pound Inggris melemah 0,4 persen pada awal perdagangan Asia, Senin,  setelah negosiator dari Uni Eropa dan Inggris gagal mencapai kesepakatan Brexit menjelang pertemuan penting. Euro diperdagangkan pada 1,1593 dolar AS, turun sedikit setelahnya partai koalisi Kanselir Angla Merkel menderita hasil emilihan terburuk sejak 1950 pada Minggu (14/10).

Di sisi lain, dolar AS terlihat di bawah tekanan yen setelah Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan pada Sabtu (13/10) bahwa Washington ingin memasukkan ketentuan untuk menghalangi manipulasi mata uang dalam transaksi perdagangan di masa depan, termasuk dengan Jepang.

Itu menimbulkan kekhawatiran di kalangan pembuat kebijakan Jepang, bahwa ini akan memberi Washington hak untuk memberi label sebagai mata uang manipulasi setiap intervensi pasar valuta asing di masa depan oleh Tokyo untuk menjaga yen tetap naik.

Pada awal perdagangan, yen sedikit berubah pada 112,20 per dolar AS. Demikian laporan yang dikutip dari Reuters.






 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018