Gugatan tersebut bernomor 241/g/lh/2018/ptun-jkt tertanggal 15 Oktober 2018.
Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur di Jakarta, Senin, menyebutkan usaha pertambangan PT EMM tersebut terletak di lahan seluas 10 hektar are dengan hasil tambang berupa komoditas emas yang berasal dari tiga kecamatan di Provinsi Aceh yang berada di dua kabupaten yakni Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang di Kabupaten Nagan Raya serta Kecamatan Peugasing dan Kecamatan Cilala di Kabupaten Aceh Tengah.
Total lahan seluas 10 ribu ha tersebut terdiri atas APL sekitar 3.620 ha dan hutan lindung dan KEL seluas 6.380 ha.
Pihaknya mempertanyakan luas area izin pertambangan emas yang mencapai 10.000 ha. Padahal izin yang diberikan hanya 3.000 ha.
"AMDAL persetujuannya 3.000 ha, IUP-nya 10.000 ha," katanya.
Pihaknya pun mempertanyakan alasan pemerintah, dalam hal ini Kepala BKPM yang menerbitkan SK untuk PT EMM.
"Alasan gugatan adalah banyak aturan yang dilanggar pemerintah dalam hal ini Kepala BKPM," katanya.
Pihaknya menduga PT EMM ini melanggar beberapa prosedur dalam mendapatkan izin usaha tambang emas ini diantaranya terdapat pelanggaran izin AMDAL.
Pasalnya berdasarkan surat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemerintah Aceh, dokumen AMDAL PT EMM yang berada di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah tidak ada di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh.
"Dokumen AMDAL tidak ditemukan di Dinas LHK," katanya.
Selain itu kawasan lokasi tambang merupakan kawasan rawan bencana longsor dan banjir bandang sehingga lokasi tersebut seharusnya tidak dijadikan area penambangan.
"Dua daerah ini rawan bencana, longsor dan banjir bandang," katanya.
Selain itu terdapat situs-situs sejarah berupa makam beberapa sosok ulama di wilayah tersebut.
Menurut dia, elemen masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang telah sepakat menolak PT EMM yang akan membuka lokasi tambang di wilayah tersebut dan menolak kelanjutan izin eksplorasi PT EMM.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018