"Kami akan patuhi itu. Ini jadi pelajaran bagi aparatur kalau melaksanakan tugas taati semua prosedur termasuk penertiban parkir liar, karena semua ketentuannya ada di situ," kata dia, di Jakarta, Rabu.
Hukuman denda bagi Dinas Perhubungan DKI Jakarta ini sendiri terjadi buntut dari penertiban mobil seorang warga Mulyadi yang diparkir tidak sesuai, di dekat PN Jakarta Pusat saat masih berlokasi di Jalan Gajah Mada, pada 2015 lalu.
Kasus ini bermula sewaktu Mulyadi yang kebetulan advokat, terpaksa memarkir kendaraannya di luar halaman parkir pengadilan karena sudah penuh. Seusai beracara dia kaget melihat mobilnya tidak ada lagi di lokasi yang memang terdapat rambu larangan parkir.
Juru parkir memberitahu mobilnya diderek petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan tidak dititipi surat penderekan petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Mulyadi menunggu berhari-hari tetapi tidak kunjung mendapatkan surat pemberitahuan derek. Ia lalu melaporkan kasus itu ke Polda Metro Jaya dengan aduan kehilangan mobil. Lantas dia membuat laporan kehilangan.
Ia menggugat pemerintah Provinsi DKI Jakarta lantaran tidak menerima pemberitahuan penderekan sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat 4 PP 43/1993. Gugatan perdata tersebut dikabulkan hingga ke tingkat MA yang diputus pada 18 September 2018.
Baswedan menegaskan, mereka bakal mematuhi putusan MA dengan membayar denda Rp186 juta.
"Kalau kita harus menaati pengadilan, ya begitu ada putusan pengadilan, maka tanggung jawab kita menjalankan, apalagi putusan MA, jadi kita akan melaksanakan," ujar dia.
Meski mendapat masalah tersebut, dia memastikan kasus itu tidak akan mengendurkan Dinas Perhubungan DKI untuk menertibkan parkir liar namun mengamanatkan agar seluruh aparat menaati prosedur agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Kalau kita tertib prosedur maka tugas pun aman karena taat prosedur, tetapi kalau ada prosedur yang terlewat maka disitulah muncul potensi masalah," kata dia.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018