Pernyataan itu disampaikan Asgar menanggapi putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis Roro Fitria hukuman empat tahun penjara dan denda Rp800 juta atau pidana kurungan tiga bulan.
Pengurangan hukuman dan rehabilitasi, Asgar menjelaskan, dapat dipertimbangkan, apabila hakim mempelajari isi Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No.35/2009 tentang Narkotika. Dalam aturan itu, tiap penyalah guna narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan penjara paling lama empat tahun, dan pada ayat (3) diatur bahwa jika penyalahguna merupakan korban, maka ia berhak menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Namun dalam vonisnya, majelis hakim PN Jakarta Selatan mempertimbangkan isi Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No.35/2009 yang berbunyi: "tiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar".
Menurut hakim anggota Achmad Guntur dalam persidangan, pertimbangan tersebut dibuat karena tiap vonis harus berlandaskan dengan surat dakwaan sebagaimana diatur dalam KUHAP. Penuntut umum sebelumnya meminta majelis hakim untuk menghukum Roro Fitria sesuai dengan ketentuan Pasal 112 ayat 1 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 jo Pasal 132 UU No.35/2009 tentang Narkotika atau Pasal 114 UU No.35/2009 jo Pasal 132 UU No.35/2009.
Menurut Asgar, pendapat itu tidak mempertimbangkan isi surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan peraturan bersama antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Badan Narkotika Nasional, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kepolisian yang dinilai dapat mencantumkan pasal lain di luar surat dakwaan. Meski demikian, Asgar belum merinci surat edaran ataupun peraturan bersama yang dimaksud tersebut.
Pemeriksaan Lengkap
Tidak hanya mempertimbangkan pasal yang meringankan untuk Roro Fitria, pihak penasihat hukum juga berupaya meminta agar kliennya kembali jalani pemeriksaan lengkap.
"Kita akan mencoba bagaimana caranya agar Roro Fitria dites kembali, bukan hanya tes urin, tetapi berbagai pemeriksaan yang lengkap, misalnya uji kejiwaan dari psikiater, ataupun tes DNA, semuanya," ucap Asgar.
Pemeriksaan itu bertujuan agar hakim di Pengadilan Tinggi dapat mempertimbangkan hukuman rehabilitasi bagi Roro Fitria yang dinilai sebagai korban peredaran narkoba.
Pasalnya, putusan hakim PN Jakarta Selatan menganggap Roro Fitria bukan korban, dan tidak layak untuk direhabilitasi, karena fakta di persidangan menunjukkan, hasil pemeriksaan narkotika pada urin, darah, dan rambutnya terbukti negatif.
Asgar berdalih, hasil pemeriksaan narkoba pada Roro Fitria terbukti negatif karena tenggat waktu pemakaian dan pengujian terlalu lama.
"Roro terakhir pakai (sabu) Januari baru diperiksa 21 Februari, itu yang membuatnya negatif. (Dari keterangan ahli) banyak faktor yang membuat (hasil uji) negatif, diantaranya metabolisme tubuh, dan pemakaian obat-obatan lain. Berbeda memang dengan ganja, (menurut ahli), kandungannya itu tahan lama, tetapi kalau sabu cepat (dikeluarkan dari sistem metabolisme tubuh)," terang Asgar.
Baca juga: Roro Fitria divonis empat tahun penjara
Baca juga: Kuasa hukum sebut Roro Fitria bukan pengedar
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018