New York (ANTARA News) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) didorong tanda-tanda melonjaknya permintaan di China yang merupakan konsumen minyak nomor dua dunia dan dolar AS yang lebih lemah membuat komoditas yang dihargakan dalam dolar AS lebih menarik bagi pemegang mata uang lainnya."Peningkatan produksi OPEC dan non-OPEC belum cukup menyamai kehilangan dalam pasokan Iran..."
Namun secara mingguan, harga minyak mencatat penurunan untuk kali kedua berturut-turut, karena meningkatnya persediaan AS dan kekhawatiran bahwa perang dagang akan membatasi kegiatan ekonomi.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember bertambah 0,49 dolar AS menjadi berakhir di 79,78 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 0,47 dolar AS menjadi menetap di 69,12 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Untuk minggu ini, Brent turun 0,9 persen, sementara minyak mentah AS turun 3,1 persen. Kedua kontrak telah jatuh sekitar tujuh dolar AS per barel di bawah tertinggi empat tahun yang dicapai pada awal Oktober.
Diskon WTI terhadap Brent melebar ke yang terbesar sejak 8 Juni, mencapai 11,00 dolar AS per barel.
Minyak yang diproses kilang-kilang di China, pengimpor minyak terbesar dunia, naik pada September ke rekor 12,49 juta barel per hari (bph), data pemerintah menunjukkan.
Data tersebut memberi harapan tentang permintaan minyak di China, meskipun pertumbuhan ekonominya melambat pada kuartal ketiga ke tingkat terlemah sejak krisis keuangan global.
Sebuah komite pemantauan OPEC dan non-OPEC menemukan bahwa kepatuhan produsen-produsen minyak terhadap perjanjian pengurangan pasokan turun menjadi 111 persen pada September dari 129 persen pada Agustus, tiga sumber yang akrab dengan masalah itu mengatakan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) telah mendorong pemotongan dari produsen-produsen minyak utama sejak 2017 untuk menopang harga.
"Peningkatan produksi OPEC dan non-OPEC belum cukup menyamai kehilangan dalam pasokan Iran, memberikan kekhawatiran pasar tentang apakah mereka akan dapat memenuhi kekurangan tersebut," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates, seperti dikutip dari Reuters.
Pasar telah difokuskan pada sanksi-sanksi AS terhadap Iran, yang mulai berlaku pada 4 November dan dirancang untuk memangkas ekspor minyak mentah dari negara tersebut.
Menekan harga minggu ini adalah data pemerintah AS yang menunjukkan persediaan minyak mentah pekan lalu naik 6,5 juta barel, kenaikan mingguan keempat berturut-turut dan hampir tiga kali lipat dari jumlah yang diperkirakan analis.
Pasokan meningkat, terutama di Cushing, Oklahoma, pusat pengiriman untuk WTI, mendorong pasar ke dalam contango, di mana harga diperdagangkan lebih rendah dari harga "forward". Ini terjadi pada Kamis (18/10) untuk pertama kalinya sejak 22 Mei.
Pada Jumat (19/10), minyak mentah berjangka AS diperdagangkan dengan diskon terbesar untuk bulan kedua dalam hampir satu tahun. Pedagang mengantisipasi peningkatan persediaan lebih lanjut di Cushing karena jaringan pipa baru mulai dioperasikan.
Jumlah rig pengeboran minyak AS, indikator awal produksi masa depan, naik empat rig menjadi 873 rig minggu ini, tertinggi sejak Maret 2015, perusahaan jasa energi General Electric Co. Baker Hughes mengatakan pada Jumat (19/10).
Baca juga: Dolar melemah tertekan data negatif ekonomi AS
Baca juga: investor enggan cari aset aman, harga emas pun turun
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018