"Pasca-tanggap darurat, pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi nanti salah satu yang mendesak dilakukan adalah bagaimana mengimplementasi secara merata ke warga sampai ke pelosok daerah mengenai konstruksi bangunan yang tidak lagi dibuat suka-suka, baik bangunan fasilitas publik maupun bangunan hunian milik warga, termasuk lokasi aman untuk bangun rumah," kata Masykur, di Palu, Minggu.
Sosialisasi konsep desain itu, kata dia, sangat diperlukan sebagai bagian dari upaya merekonstruksi wilayah Sulawesi Tengah terutama di wilayah yang terpapar langsung bencana? gempa, tsunami dan likuifaksi pada tanggal 28 September 2018.
Ia mengemukakan bencana gempa, tsunami dan likuifaksi tersebut jadi pelajaran berharga bagi semua kita. Tidak ada lagi yang bisa ditutupi.
Semua informasi dan hasil riset yang dulunya hanya sekadar dijadikan bahan informasi bagi pemerintah, kini sudah jadi fakta, sebut Masykur.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulawesi Tengah itu menyebut saat ini tugas pemerintah daerah tidak hanya sebatas mendata berapa rumah warga yang rusak akibat bencana.
Sebagaimana tercatat saat Ini, akibat gempa sebanyak 68.451 rumah warga rusak di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi dan 400-an lebih bangunan milik negara dan fasilitas rumah ibadah yang hancur, kata Masykur.
"Saya kira tidak cukup sampai di kerja pendataan dan maping wilayah layak aman hunian. Tetapi yang juga urgen dilakukan adalah segera? desain dan konstruksi bangunan yang ramah terhadap gempa.
Jadi tidak hanya sampai pada soal pemberian izin IMB dan sebagainya sembari berharap pendapatan asli daerah (PAD) dari sana".
Dia menambahkan, saat ini menjadi momentum yang pas bagi semua pihak, khususnya pemerintah daerah? memulai melakukan perubahan paradigma model pembangunan yang terintegrasi dalam sistem mitigasi bencana.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018