Jakarta (ANTARA News) - Ketua Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang juga anggota Dewan Guru Besar Universitas Indonesia Prof Wiku Adisasmito meminta pihak berwenang menindak tegas pelaku peleburan aki bekas secara liar.Tidak hanya menindak pelaku peleburan aki bekas, namun juga mengatur industri yang menjadi produsen aki agar bertanggungjawab terhadap produk yang dihasilkan
"Dampak yang diakibatkan dari peleburan aki bekas itu jelas-jelas sangat merugikan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Ironisnya aktivitas itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Dengan fenomena tersebut, pemerintah harus konsisten menindak dan mencegah pencemaran lingkungan ini," kata guru besar yang mendalami kebijakan kesehatan itu dalam siaran persnya, Senin.
Efek menghirup timbel hasil pembakaran aki bekas memang tidak langsung dirasakan saat itu juga. Dampaknya baru muncul dalam jangka panjang.
Hal itu, menurut siaran pers Prof Wiku, antara lain terlihat dari para pekerja yang terlibat dalam aktivitas peleburan aki bekas secara ilegal, yang umumnya meninggal dunia di usia pada usia relatif muda, 35 sampai 40 tahun.
"Efek lain yang terlihat adalah pertumbuhan anak-anak yang lahir dari orangtua yang telah terpapar timbel tersebut cenderung tidak normal. Tidak heran cukup banyak anak di daerah pembakaran aki bekas tersebut yang terlahir mengalami keterbelakangan mental," katanya.
Timbal atau Timbel (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi. Aktivitas manusia juga ada yang menghasilkan timbel, yang jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi.
Logam berat ini sifatnya yang toksik (beracun) pada manusia dan bisa masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.
Batas toleransi timbel di dalam darah manusia tidak boleh lebih dari lima mikrogram/desiliter.
Namun hasil penelitian terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar area peleburan aki bekas di daerah Parung Panjang, Bogor, menunjukkan kadar timbal dalam darah mereka bisa mencapai 23 mikrogram/desiliter atau lebih dari empat kali lipat dari ambang batas.
Sementara di daerah Curug, Tangerang, menurut hasil penelitian kadar timbel dalam darah anak-anak usia sekolah yang bermukim di area peleburan aki bekas mencapai 30 mikrogram/desiliter.
Dalam jangka panjang, menghirup udara yang telah tercemar timbel di antaranya dapat menyebabkan gangguan pada paru-paru, sistem syaraf, otak, serta menyebabkan kanker.
"Pencemaran yang ditimbulkan akibat peleburan aki bekas ini adalah masalah serius sehingga butuh langkah serius juga dari pemerintah. Tidak hanya menindak pelaku peleburan aki bekas, namun juga mengatur industri yang menjadi produsen aki agar bertanggungjawab terhadap produk yang dihasilkan," kata Wiku.
Ia menekankan pentingnya pengaturan tanggungjawab industri produsen aki oleh Kementerian Perindustrian mengingat hingga 2016 populasi kendaraan bermotor di dalam negeri sudah mencapai 120 juta unit dengan usia aki berkisar tiga sampai lima tahun.
Menurut Wiku, kegiatan peleburan aki bekas secara ilegal sudah lama berlangsung di berbagai daerah termasuk kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), Tegal, Lamongan dan Surabaya.
Di Jabodetabek, menurut dia, ada sekitar 30 industri peleburan aki bekas ilegal dan hanya lima industri pelebur aki bekas legal.
Peleburan aki bekas secara ilegal antara lain diketahui dilakukan di Desa Jagabaya, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta di Desa Kadu, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang. Di daerah Parung Panjang, aktivitas peleburan aki bekas secara ilegal telah berlangsung sejak tahun 1978.
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018