Warga desa di Riau didorong bentuk hutan desa

23 Oktober 2018 01:27 WIB
Warga desa di Riau didorong  bentuk hutan desa
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto menyerahkan copy SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial untuk kelompok tani Desa Tanjung Kerta, Indramayu di Jakarta, Rabu (1/8/2018). Hingga Juli 2018, luas Perhutanan Sosial yang dikelola masyarakat mencapai 1,75 juta hektare (ha). (ANTARA/Virna P Setyorini)
Pekanbaru (ANTARA News) - Yayasan Mitra Insani (YMI) dalam program lingkungannya sejak 2015 mendorong desa di Riau memiliki Hutan Desa guna kemandirian ekonomi sekaligus penyelamatan lingkungan.

"Hutan Desa adalah skema dari perhutanan sosial dengan tujuan merebut ruang kelola masyarakat atas hutan yang berada di desa yang belum dibebani izin hak pengelolaan kepada pihak manapun," kata Staf Program YMI, Abizar di Pekanbaru, Senin.

Abizar menjelaskan, untuk Riau kini YMI sedang melakukan pendampingan bagi Kuala Indragiri, di mana merupakan satu satunya kecamatan yang memiliki wilayah Hutan Desa di kabupaten Indragiri Hilir dengan total luasan 7.664 Ha.

Luasan itu berada di tiga desa dan satu kelurahan, yakni Desa sungai Piyai, Desa Perigi Raja, Desa Tanjung Melayu dan Kelurahan Sapat.

Ia mengisahkan, Hutan Desa Kuindra memiliki potensi sumber daya alam yang sangat baik, di dalam kawasan hutan mangrove mengalir sungai-sungai kecil yang bermuara pada sungai Indragiri dan merupakan potensi perikanan terbaik di Indragiri Hilir.

Namun, ancaman perusakan sungai dan hutan tetap terjadi dari kebiasaan masyarakat desa, baik penduduk tempatan maupun di luar desa yang mengeksplotasi hasil hutan dengan cara yang salah, seperti meracun, setrum dan juga menebang pohon hanya untuk menangkap udang yang bersarang di bawah dahan.

Kemudian YMI sebagai pendamping berupaya menyelamatkan alam dan potensi perikanan yang luar biasa ini dengan mengajak masyarakat memahami manfaat alam bagi sumber ekonomi lewat pendekatan sosial dan penyuluhan.

Di Kuindra, YMI memulai menginisiasi perhutanan sosial sejak 2015 mengacu pada peta indikatif arahan perhutanan sosial (PIAPS) yang di tetapkan oleh KLHK.

Bersama Iembaga pengelola hutan desa (LPHD) yang dibentuk desa melalui Peraturan Desa (Perdes) YMI mengirimkan surat permohonan pengelolaan wilayah Hutan Negara tersebut yang berada dalam wilayah administrasi desa dalam bentuk Hutan Desa (HD).

"Pada 13 Desember 2017, KLHK RI mengeluarkan surat keputusan tentang pemberian Izin Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) kepada tiga desa dan satu kelurahan di kecamatan Kuala Indragiri," ujar Abizar.

 Seiring waktu berjalan ternyata SK Hutan Desa Kecamatan Kuindra membawa angin segar bagi masyarakatnya, karena secara sadar dan swadaya mulai terbentuk kemauan dan sikap menjaga dan melindungi alam hutan dan sungai tempat mereka mencari nafkah.

"Hadirnya hal tersebut memberikan dampak positif bagi masyarakat yang hidup di sekitar maupun di pingiran Hutan Desa, baik secara sikap maupun secara sosial ekonomi," katanya.

Masyarakat yang berada di pingiran kawasan hutan memahami betul undang-undang perlindungan hutan, perusakan lingkungan serta sanksi dan akibat buruk yang terjadi serta sikap mulai menjaga sungai, pohon dan lingkungan sekitar hutan agar dapat menghasilkan nilai ekonomi yang selama ini tak pernah terbayangkan oleh masyarakat desa.

Sikap yang positif dari adanya Hutan Desa juga berdampak pada perilaku dan kebiasaan masyarakat menjadi mampu mengantisipasi kegiatan penangkapan ikan ilegal yang dilakukan nelayan di sungai anak batang seperti, meracun,  setrum, dan sampai pada penebangan pohon mangrove.

Kehadiran Hutan Desa juga memberikan kepastian hukum dan legalitas yang kuat terhadap hak pengelolaan hutan bagi desa dan masyarakat sebagai harapan baru pengelolaan sumber daya alam yang adil dan lestari.

"Secara langsung masyarakat di pingir hutan menjadi pelindung hutan dari ancaman perusakan yang dilakukan oleh pihak luar," kata Abizar.

Sementara itu Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Kelurahan Sapat Mustafa mengakui sejak bermitra dan mendapat pendampingan YMI, masyarakat setempat semakin terbuka pola pikirnya dan tumbuh kesadaran untuk menjaga alam.

Ia memberi contoh pengrusakan yang dilakukan lima tahun lalu oleh nelayan di Sungai Anak Batang dengan menebar racun saat menangkap ikan  telah dirasakan kerugiannya oleh warga dengan menurunnya tangkapan ikan dan udang.

"Kami kini dengan warga mulai sadar racun tidak dibenarkan dalam menangkap ikan, semua diajak menyosialisasikan ini. Jika ada yang kedapatan akan dilaporkan ke pihak berwajib," tegas Mustafa.

Warga juga siaga dan bergilir melakukan patroli sungai untuk menjaga perairan dari nelayan nakal. Kemudian, memasang plang peringatan di setiap titik yang merupakan perbatasan Hutan Desa.

"Kami juga berniat ini akan terus berlanjut, bahkan akan ada wilayah tertentu dilarang untuk diambil ikan dan hasil sungainya sehingga akan berkembang biak benih ikan yang sempat langka bahkan nyaris punah," kata Mustafa.

Baca juga: Masyarakat tunggu SK hak kelola hutan gambut
Baca juga: KLHK: perhutanan sosial capai 1,75 juta ha



 

Pewarta: Vera Lusiana
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018