"Untuk Bupati, tentu saja kami fokus pada bagaimana kewenangan yang dijalankan oleh tersangka sebagai Bupati di Bekasi. Mulai dari proses awal proses perizinan, persetujuan ruang termasuk juga tentu saja di Kabupaten Bekasi terkait dengan proyek Meikarta tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
KPK pada Senin memeriksa Neneng dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Usai menjalani pemeriksaan, Neneng meminta maaf kepada masyarakat di Kabupaten Bekasi terkait kasus suap yang menjeratnya tersebut dan berjanji akan kooperatif selama proses penyidikan di KPK.
KPK pun memandang positif jika ada tersangka yang berkeinginan untuk kooperatif.
"Saya kira bagus ya kalau ada tersangka yang berkeinginan untuk kooperatif apalagi kalau mengajukan diri sebagai "justice collaborator" (JC) misalnya," ucap Febri.
Namun, kata Febri, sampai saat ini belum ada pengajuan JC dari tersangka Neneng tersebut.
"Kalau pun nanti ada, tentu kami akan melihat syarat-syaratnya mulai dari mengakui perbuatan sambil membuka peran pihak lain seluas-luasnya. Sejauh ini saya kira belum ada pengajuan tersebut," kata Febri.
Selain Neneng, KPK juga memeriksa tujuh tersangka lainnya dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Billy Sindoro.
Tujuh tersangka itu antara lain konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga Bupati Bekasi dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam.***2***
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018