Para (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mendorong penggunaan Teknologi Modifikasi Cuaca di sektor pertanian seperti yang telah dilakukan Thailand dalam upaya menjaga dan meningkatkan produksi.Ini yang menjadi proyeksi kami di tahun 2019, yakni bagaimana caranya TMC ini memiliki keberlangsungan, bukan hanya untuk kegiatan mitigasi bencana tapi juga untuk membantu sektor pertanian,
Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BBPT Hammam Riza di Palembang, Sabtu mengatakan, Teknologi Modifikasi Cuaca yang sudah dikembangkan BPPT sejak 1978 perlu diperluas penggunaannya ke sektor pertanian karena selama ini sebatas untuk mitigasi dan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan.
Padahal, teknologi penyemaian garam di awan itu dapat mengondisikan cuaca berperilaku sesuai dengan kebutuhan di sektor pertanian, seperti meningkatkan curah hujan atau mempercepat terjadinya hujan.
"Ini yang menjadi proyeksi kami di tahun 2019, yakni bagaimana caranya TMC ini memiliki keberlangsungan, bukan hanya untuk kegiatan mitigasi bencana tapi juga untuk membantu sektor pertanian," kata Hammam seusai mendampingi Menristekdikti M Nasir memantau pelaksanaan TMC di Palembang.
Ia melanjutkan, melalui TMC dapat diatasi persoalan kekeringan lahan pertanian di saat musim kemarau karena rekayasa cuaca akan memantik hujan yang airnya dapat mengisi waduk. Begitu juga, peningkatan intensitas hujan di saat musim tanam.
Hanya saja, untuk perluasan penggunaan TMC ke sektor pertanian ini masih diperlukan sinergi antarlembaga mengingat pesawat yang tersedia sejauh ini hanya dua unit.
Pesawat itu, yakni jenis casa 212-200 milik Pelita Air Service untuk penyemaian NaCl dalam bentuk bubuk, dan pesawat jenis piper cheyenne milik TNI AU untuk penyemaian menggunakan metodo flare. Ini asalan utama mengapa TMC sejauh ini hanya diutamakan untuk penanganan kasus kebencanaan, kata dia.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir akan mengkomunikasikan persoalan tersebutdengan Presiden mengingat solusinya berupa pengadaan pesawat.
"Ini perlu sinergi antarlembaga. Jika mengharapkan dana dari BPPT saja tentu tidak bisa, karena dana BPPT sangat kecil, saya akan laporkan ke Presiden, dan nantinya diharapkan bisa masuk dalam perencanaan Bappenas," kata dia.
Menurut M Nasir, pengadaan pesawat itu bukan hal yang mustahil, apalagi Indonesia sudah bisa membuatnya sendiri melalui PT DGI. Bahkan, Thailand membeli puluhan unit pesawat untuk kebutuhan TMC di negaranya.
"Teknologi yang punya kita, pesawatnya yang buat juga kita. Mengapa Thailand sudah pakai, kenapa kita tidak. Apalagi nanti soal riset akan berada dibawah satu lembaga yakni Kemenristekdikti, artinya bakal lebih hemat dan efisien," katanya.
Sementara itu berdasarkan data dari BPPT diketahui penggunaan TMC terbukti mampu mendorong terjadinya hujan di wilayah Sumatera Selatan pada 2018. Per 25 Oktober diketahui, dalam 140 sourties selama 114 hari atau 216 jam berhasil menghasilkan 872 juta meter kubik air hujan.
Kepala Bagian Umum Balai Besar TMC BBPT Jon Arifian mengatakan biaya yang dikeluarkan untuk TMC per hari mencapai Rp130.000.000 untuk per unit pesawatnya.
Pada 2018, difokuskan hanya pada Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, kata dia.
Sementara itu, BPPT sendiri terus berinovasi untuk menemukan teknologi yang paling unggul dalam TMC ini, seperti diharapkannya bakal ditemukan teknologi robotikt sehingga penyemaian garam tidak lagi secara manual.
Baca juga: Teknologi BPPT sukses turunkan hujan di Sumsel
Baca juga: BNPB anggarkan Rp30,9 miliar untuk modifikasi cuaca
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2018