• Beranda
  • Berita
  • Walhi: OTT DPRD Kalteng momentum penegakan hukum atas penjahat lingkungan

Walhi: OTT DPRD Kalteng momentum penegakan hukum atas penjahat lingkungan

27 Oktober 2018 20:08 WIB
Walhi: OTT DPRD Kalteng momentum penegakan hukum atas penjahat lingkungan
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). (walhi.or.id)

Kami apresiasi OTT yang dilakukan oleh KPK. Semua ini dilakukan bukan hanya membersihkan orang-orang yang diduga korup, tetapi juga memaksa semua pihak, baik di legislatif dan yudikatif untuk berprilaku dan membuat sistem yang jauh dari korup."

Palangka Raya (ANTARA News) - Operasi tangkap tangan atau OTT oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah oknum anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Jumat (26/10) di Jakarta, bisa menjadi momentum bagi pemerintah dalam penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan secara menyeluruh.

"Kami apresiasi OTT yang dilakukan oleh KPK. Semua ini dilakukan bukan hanya membersihkan orang-orang yang diduga korup, tetapi juga memaksa semua pihak, baik di legislatif dan yudikatif untuk berprilaku dan membuat sistem yang jauh dari korup," tegas Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah, Dimas Novian Hartono di Palangka Raya, Sabtu.

Dimas mengaku tidak kaget jika OTT yang dilakukan KPK tersebut terkait investasi perkebunan dan lingkungan hidup. Hal itu lantaran sengkarut di sektor perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Tengah sudah lama terjadi, dalam hal perizinan, perambahan hutan hingga dampaknya terhadap kerusakan lingkungan.

Walhi sudah sejak lama menyuarakan masalah ini, namun selama ini respons pemerintah belum sesuai harapan.

"Indikasi pelanggaran terus terjadi dan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan serta masyarakat," katanya.

Dimas mengatakan pengelolaan sumber daya alam di Kalimantan Tengah di sektor perkebunan dan pertambangan, masih harus diperbaiki. Proses pemberian izin dinilai sering tidak melihat kondisi sebenarnya di lapangan sehingga membawa dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat.

Pemberian izin seharusnya harus melihat dan mengkaji apakah di lahan tersebut terdapat gambut dalam atau tidak, telah dikelola masyarakat atau belum, terjadi tumpang tindih dengan izin lain atau tidak, sesuai dengan tata ruang atau tidak, hingga apakah daya dukung dan daya tampung lingkungannya sesuai atau tidak.

"Walhi mendesak perlunya segera dilakukan evaluasi pengelolaan sektor sumber daya alam secara menyeluruh. Fakta saat ini, setelah ada izin pun banyak permasalahan yang timbul, seperti konflik agraria hingga kerusakan lingkungan, bahkan pencemaran sungai dan danau," kata dia.

Banyaknya permasalahan itu, kata dia, dilihat tidak aneh jika terjadi tindak korupsi di sektor sumber daya alam Kalimantan Tengah, khususnya terkait perkebunan dan pertambangan karena ada pihak yang memanfaatkan situasi.

Pemerintah harus memiliki kapasitas dan keseriusan yang kuat dalam melakukan evaluasi menyeluruh. Pengawasan lingkungan pun tidak dilihat hanya karena ada kasus, tetapi proses evaluasi dan pengawasan dilakukan secara periodik dan transparan.

"Kami mendesak pemerintah memanfaatkan momentum ini untuk mengevaluasi semua perizinan pengelolaan sumber daya alam di Kalimantan Tengah yang meliputi perkebunan, pertambangan dan kehutanan," ucapnya.

Penegakan hukum bagi pelaku kejahatan lingkungan yang terbukti bersalah harus dilakukan secara tegas, termasuk terhadap korporasi atau perusahaan, bahkan hingga pencabutan izin perusahaan. Pemerintah juga harus menyelesaikan koflik agraria yang terjadi agar masyarakat tidak terus menjadi korban.

Walhi mendukung KPK terus mendalami kasus OTT DPRD Kalteng dan menyeret siapapun pelaku yang terlibat. KPK bahkan diharapkan turun tangan untuk membongkar dugaan kongkalikong di bidang sumber daya alam dan kejahatan lingkungan di Kalimantan Tengah.

Sementara KPK menetapkan tujuh orang tersangka setelah mengamankan 13 orang dalam operasi tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi di DPRD Kalimantan Tengah.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tujuh orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK Jakarta, Sabtu.

Adapun tersangka yang diduga sebagai pihak penerima berjumlah empat orang yaitu Ketua Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Borak Milton (BM), Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah PUN (Punding LH Bangkan), anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Arisavanah (A), dan anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Edy Rosada (ER).

Sementara pihak swasta yang diduga sebagai pemberi adalah Direktur PT BAP atau Wakll Direktur Utama PT SMART. Tbk (PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology) Edy Saputra Suradjat (ESS), CEO PT BAP Wilayah Kalimantan Tengah bagian Utara Willy Agung Adipradhana (WAA), dan Manajer Legal PT BAP Teguh Dudy Syamsury Zaldy (TDS).

Pewarta: Kasriadi dan Norjani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018