”Saya membantah pernyataan kami adalah mitra driver yang nakal. GRAB yang nakal! Aplikatornya nakal,” kata Juru Bicara Gerhana Total Reffy Andrean, dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa.
Reffy menjelaskan aksi yang semula berlangsung damai itu berubah jadi keributan dan bahkan sebagian peserta memutuskan untuk menginap di halaman depan kantor GRAB, Lippo Kuningan, Jakarta Selatan, karena tidak kooperatifnya perusahaan aplikator asal Malaysia ini.
Reffy menjelaskan bahwa aksi dilakukan dengan landasan dan kajian yang kuat, yakni bertujuan untuk mendapatkan kesejahteraan para mitra GRAB dan membantu melakukan perbaikan pada industri transportasi online Indonesia.
Dia mencontohkan temuan tentang seorang mitra driver menjemput ayah dan anaknya di hari berbeda berdasarkan order konsumen.
”Faktanya, karena si mitra driver itu dianggap Grab berlangganan dengan menerima order dari orang yang sama, dipikirnya ada permainan. Padahal ada notifikasi di aplikasi dari si ayah itu untuk menjemput anaknya di sekolah. Itu makanya driver ini dicap driver nakal. Padahal sebenarnya aplikasinya yang nakal,” kata Reffy.
Reffy menyadari situasi memang menjadi tidak kondusif ketika tudingan sebagai mitra nakal itu semakin mencuat dan menjadi alasan bagi manajemen Grab Indonesia tidak ingin menemui para peserta aksi.
Pecahnya keributan yang mengakibatkan kaca lobby kantor Lippo Kuningan pecah, menurutnya, merupakan bentuk kekesalan atas tudingan terbalik itu serta pimpinan aplikator asal Malaysia itu enggan menemui para peserta aksi.
Mereka menginginkan dialog dengan Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, namun keinginan itu kandas bahkan adanya tudingan mitra nakal yang mereka terima.
”Ridzki tidak mau mengakomodir aspirasi kami. Belajar dari pengalaman aksi kami pada 20 September 2018 yang saat itu Ridzki menganulir pernyataan bawahannya tentang adanya janji open suspend, maka teman-teman menginginkan bertemu dengan Ridzki, sampai jam 8 malam (29/10) ini kami belum bisa bertemu Ridzki sebagai petinggi Grab di Indonesia,” kata Reffy.
Aksi di Kantor Grab pada Selasa (29/10) mulai terlibat dorong-dorongan dengan petugas kepolisian yang menjaga di depan pintu gedung Lippo Kuningan, Jakarta, sekitar jam 18.00 WIB.
Suasana tidak terkendali dan mengakibatkan terjadi lemparan batu yang mengarah ke lobby gedung sehingga kaca pecah. Polisi kemudian menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa.
Kondisi mencekam berlangsung sekitar 1,5 jam. Pada pukul 19.00 WIB, suasana semakin kondusif lantaran peserta aksi unjuk rasa bisa mengendalikan rasa kecewa terhadap manajemen Grab.
Polisi masih bersiaga dan mitra pengemudi Grab tetap bertahan agar aspirasinya ditampung oleh manajemen Grab dan menjumpai Ridzki.
Baca juga: Demo ratusan pengemudi ojek "online" Grab ricuh
Aspirasi Gerhana Total terdiri dari delapan poin, yaitu open suspend bagi mitra individu tanpa syarat dan tedeng aling-aling, Kedua adalah penentuan tarif dan skema yang manusiawi.
Poin ketiga hingga ketujuh adalah mengenai penghentian monopoli dan diskriminasi order (order prioritas), wujudkan kemitraan usaha yang profesional, adil dan transparan, menghentikan pemotongan pajak ilegal; moratorium penerimaan mitra baru serta mewujudkan perlindungan maksimal bagi mitra pengemudi.
”Poin kedelapan, apabila tuntutan kami tidak diakomodir atau tidak dipenuhi, maka kami meminta pemerintah agar GRAB hengkang dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegas Reffy.
Berdasarkan penuturan Reffy, mitra dirver yang berunjuk rasa sebanyak 3 ribu orang. Mereka merupakan gabungan dari driver Grab Car dan Grab Bike.
Anggota Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono menambahkan, sikap Ridzki sebagai pimpinan Grab Indonesia menunjukkan itikad tidak baik.
”Berkali-kali kami hanya menyampaikan aspirasi, tetapi Ridzki selalu mengelak,” ucap Igun.
Baca juga: Bekraf : perlu payung hukum Uber-Grab Car
Baca juga: Kemenhub tegaskan belum ada kelonggaran untuk Uber-Grab
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018