Inspektur Utama BPOM, Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si. mengatakan bahwa penyelenggaraan forum ini diawali saat Kepala BPOM Penny K. Lukito melakukan kunjungan ke Markas Besar OKI di Jeddah, Arab Saudi, pada 14 November 2017, dimana Sekjen OKI Yousef bin Ahmad Al-Othaimeen langsung meminta kesediaan BPOM untuk menyelenggarakan forum khusus seputar pengawasan obat di negara-negara OKI.
"Dalam pertemuan tersebut lahirlah kesepakatan untuk bersama-sama mendorong strategi dan komitmen negara OKI untuk mendukung ketersediaan dan kemandirian dan Sekjen OKI mengusulkan Indonesia memegang peranan memimpin, karena BPOM RI sudah diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO)," kata Reri di Jakarta, Senin.
Dari total 57 negara anggota OKI, hanya Indonesia, Iran, Senegal, Uzbekistan, Bangladesh, Tunisia, dan Mesir yang memiliki kapasitas produksi vaksin. Selain itu, masih banyaknya negara anggota OKI yang mengimpor vaksin dari luar negara anggota karena satu dan lain hal.
Dilatarbelakangi beberapa permasalahan tersebut, lanjut Reri, pihaknya berkomitmen untuk menjadi garda terdepan dalam membantu pengembangan kapasitas produksi dan pengawasan obat-obatan serta membuka akses obat dan vaksin yang berkualitas bagi negara anggota OKI yang masih dikepung kecamuk konflik horizontal.
"Kita tentunya berharap, solidaritas akan terbangun sehingga, Indonesia dan seluruh negara anggota OKI dapat berkembang bersama melalui bidang pengembangan dan pengawasan obat," tambahnya.
Dengan mengusung tema "Perkuatan Kolaborasi antar Kepala Otoritas Regulatori Obat Negara OKI menuju Kemandirian Obat dan Vaksin”, forum yang dijadwalkan dibuka oleh Presiden Joko Widodo ini akan dihadiri oleh 56 delegasi NMRA OKI, WHO, UNICEF, dan puluhan produsen farmasi dan vaksin dari negara anggota OKI.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018