Spesialis bedah saraf dari Brain & Spine Bunda Neuro Center , Jakarta, dr. Heri Aminuddin, SpBS(K) dalam seminar media di Jakarta, Jumat ini mengungkapkan, contoh yang paling sering terjadi adalah bantalan sendi tulang belakang yang semakin kehilangan cairan sehingga fungsinya sebagai peredam kejut berkurang dan munculah cedera.
Belum lagi aktivitas yang tidak biasa dan sejumlah faktor seperti kurangnya asupan nutrisi, perilaku merokok, memutar tubuh berlebihan dan faktor mekanik misalnya mengangkat benda berat, juga berperan pada proses degenerasi tulang belakang.
"Gejala yang sering muncul selain nyeri adalah deformitas tulang belakang, keterbatasan gerak, kelemahan anggota tubuh, fungsi sensoris yang menurun serta disfungsi seksual," kata Heri.
Osteoporosis adalah salah satu jenis degenerasi tulang belakang yang dialami orang-orang di Indonesia. Kondisi ini terjadi karena kepadatan tulang berkurang akibat hilangnya kalsium. Lemahnya struktur dan kepadatan tulang meningkatkan risiko fraktur atau patah.
Dalam kesempatan itu, kolega Heri, dr. Ibnu Benhadi, SpBS(K) mengatakan, wanita berusia 40 tahun cenderung mengalami osteoporosis. Data bahkan menunjukkan bahwa 40 persen wanita usia 80 tahun dipastikan mengalami masalah ini.
Pada penderita osteoporosis yang sudah dengan fraktur tulang belakang,obat penghilang rasa sakit, bed rest untuk beberapa saat hingga penggunaan korset khusus dan pembedahan bisa menjadi pilihan terapi.
Baca juga: Olahraga tepat untuk penderita osteoporosis
Baca juga: Anak muda perkotaan rentan Osteoporosis
Selain osteoporosis, facet joint syndrome juga termasuk masalah akibat proses degeneratif tulang belakang. Kondisi ini seperti arthritis pada tulang rawan sendi.
Radang yang terjadi memicu sinyal rasa sakit pada cabang saraf sensory kapsul sendi facet.
"Yang khas dari facet joint syndrome, nyerinya menyebar hingga ke bokong jika terjadi di pinggang. Atau menyebar ke bahu hingga kepala bagian belakang jika terjadi di leher. Rasa tidak nyaman atau pegal juga terasa tepat di atas sendi facet yang bermasalah," papar spesialis bedah saraf, Dr. dr. Wawan Mulyawan, SpBS(K) dalam kesempatan yang sama.
Dia mengatakan, gaya hidup sehat seperti duduk dengan posisi baik, mengupayakan berat badan sehat, latihan penguatan otot punggung dan perut dapat mengatasi masalah ini.
Masalah lainnya yang bisa terjadi seiring bertambahnya usia adalah saraf terjepit atau Herniated Nucleus Pulposus (HNP). Spesialis bedah saraf, dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS menuturkan tekanan pada bantalan sendi yang bisa terjadi bertahun-tahun menyebabkan robekan kecil pada bagian annulus sehingga memungkinkan terjadinya rasa sakit.
"Seiring penuaan, bantalan sendi menjadi kurang elastis, memungkinkan robekan menjadi semakin besar dan inti bantalan keluar. Keluarnya inti bantalan sendi menjadikan bantalan sendi menonjol, mempengaruhi saraf tulang belakang di sekitarnya. Ini disebut saraf terjepit," papar dia.
Gejala yang muncul adalah nyeri di bagian pinggang, pantat, paha bagian atas hingga telapak kaki. Nyeri akan menjadi lebih berat saat duduk dan membungkuk.
Pada beberapa kasus, denegerasi bantalan sendi tulang belakang bisa memunculkan kesemutan hingga kelemahan di tangan dan kaki.
Untuk membantu menghilangnya nyeri, beberapa modalitas terapi bisa diberikan seperti terapi obat-obatan, terapi fisik dan endoskopi disektomi.
Baca juga: Langkah awal redakan nyeri pinggang
Baca juga: Posisi duduk untuk penderita nyeri pinggang
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018