Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) yang dirilis di Jakarta, Jumat, menunjukkan prevalensi obesitas meningkat sejak tiga periode Riskesdas yaitu pada 2007 10,5 persen, 2013 14,8 persen, dan 2018 21,8 persen.
Jumlah tersebut diambil dari hasil survei pada 300 ribu sampel rumah tangga di seluruh Indonesia yang dilakukan dalam Riskesdas.
Indikator obesitas pada dewasa yaitu pada orang dengan indeks massa tubuh (IMT) di atas 27,0. Di mana IMT normal berada pada angka 18,5 sampai 22,9.
Untuk menghitung indeks massa tubuh yaitu dengan menghitung berat badan dalam kilogram dibagi dua kali tinggi badan dalam meter.
Dalam Riskesdas 2018 juga disebutkan provinsi dengan penduduk paling banyak mengalami obesitas ialah Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur.
Sementara prevalensi penduduk dengan obesitas paling rendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan 10,3 persen.
Untuk kategori berat badan lebih, yaitu IMT di atas 25,0 hingga di bawah 27,0, prevalensinya juga menunjukkan peningkatan sejak 2007. Penduduk dengan berat badan lebih di 2007 sebanyak 8,6 persen, 2013 11,5 persen, dan di 2018 13,6 persen.
Peningkatan obesitas penduduk Indonesia ini juga diikuti dengan peningkatan pola hidup tidak sehat yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Sejak tahun 2013 prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2 persen (Riskesdas 2013) menjadi 8,8 persen (Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016) dan naik lagi menjadi 9,1 persen (Riskesdas 2018). Proporsi konsumsi minuman beralkohol penduduk pun meningkat dari tiga persen menjadi 3,3 persen; dan selain itu ada 0,8 persen yang mengonsumsi alkohol berlebihan.
Proporsi aktivitas fisik kurang pada penduduk juga naik dari 26,1 persen menjadi 33,5 persen; dan proporsi konsumsi buah dan sayur kurang pada penduduk di atas lima tahun masih 95,5 persen.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018