“Tubuh manusia pada dasarnya sangat cerdas. Satu kali belajar, dia mampu mengingatnya dengan sangat baik. Karena itu, tubuh memerlukan pelepasan ketegangan, stres akut, dan trauma melalui kecerdasan tubuh,” ungkap Hindra usai media workshop Tension and Trauma Releasing Exercises (TRE) di Jakarta, Jumat.
Contoh kasus, sambung Hindra, mereka yang menjadi korban bencana alam Palu dan Donggala atau kecelakaan seperti Lion Air JT 610 baru-baru ini terjadi.
Hindra mengatakan bahwa para korban ini menyadari bahwa mereka telah mengalami dan bertahan dari peristiwa traumatis, namun belum sepenuhnya menyembuhkan luka batin dalam dirinya.
“Kurangnya perhatian terhadap pengalaman tersebut dan dilanjutkan dengan kurangnya penyembuhan adalah hal yang menimbulkan gejala, reaksi, dan perilaku pasca trauma yang disebut Gangguan Stres Pasca Trauma (GSPT),” ujarnya.
Hindra melanjutkan bahwa manifestasi dari GSPT adalah penyakit psikosomatis, seperti susah tidur, asam lambung meningkat, panic attack, pegal, dan kondisi emosi yang menimbulkan rasa frustasi dan putus asa.
“Kondisi emosi yang tidak stabil ini ditampilkan dengan cara marah berlebihan sehingga merusak dirinya sendiri dan orang lain. Juga ia mengalami putus asa sehingga memutuskan mengakhiri hidupnya,” katanya.
Dengan melakukan TRE, sambung Hindra, tubuh melepaskan stres atau ketegangan itu dengan tremor atau getaran.
Baca juga: Psikolog: kekerasaan rumah tangga berawal dari stres
Pewarta: Anggarini Paramita
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2018