"Laporan gratifikasi berupa bagian dari satwa langka, itu ada. Banyak pejabat yang menerima burung cendrawasih, tapi jarang ada yang melaporkan ke KPK," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di sela peringatan Hari Cinta Puspa Satwa Nasional 2018 "Indonesia says no! to illegal wildlife trade" yang digelar WWF-Indonesia di Jakarta, Senin (5/11).
"Ya, seharusnya dilaporkan. Apalagi nilainya pasti di atas Rp500 ribu. Harus dilaporkan," kata Laode.
Dia juga mengemukakan bahwa dia dulu melihat aparat penegak hukum masih membiarkan penggunaan satwa liar langka dilindungi sebagai gratifikasi.
"Saya sering kalau ke Jakarta menggunakan kapal laut. Itu burung nuri dan cendrawasih dimasukkan ke dalam botol-botol atau pipa-pipa yang dibolongi itu banyak sekali. Dan itu dilakukan oleh oknum aparat, dari kementerian terkait juga ada, untuk dikasih sebagai hadiah ke bos-bos yang ada di Jakarta juga. Itu dulu ya, mudah-mudahan sekarang tidak terjadi lagi," ujar dia.
Ia menambahkan dari Papua, satwa liar dilindungi yang sering dijadikan gratifikasi antara lain burung kakatua, nuri dan cendrawasih.
Laode mengatakan KPK tidak bisa menindak kecuali obyek gratifikasi di atas Rp1 miliar dan melibatkan penyelenggara negara.
"Tapi kalau ada penegak hukum membiarkan perdagangan satwa liar dilindungi, nah itu bisa kami tindak. Ya (ada indikasi aparat melakukan pembiaran), tadi saya jelaskan seperti itu. Dulu misalnya, seharusnya aparat menjaga burung jalak bali, tapi ternyata dia sendiri yang menjualnya," katanya.
CEO WWF-Indonesia Rizal Malik mengatakan keanekaragaman hayati yang luar biasa besar membuat Indonesia dikenal sebagai "mega biodiversity" di dunia, namun pada saat bersamaan Indonesia juga menjadi tempat transit atau sumber perdagangan satwa liar.
WWF, ia menjelaskan, berusaha mengangkat isu mendesak tersebut ke publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat menjaga keanekaragaman hayati.
Baca juga:
WWF minta semua berkomitmen hentikan perdagangan satwa liar
Masyarakat dapat melaporkan perdagangan satwa dilindungi melalui e-Pelaporan
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018