• Beranda
  • Berita
  • KPK mendalami hubungan Nurhadi dengan Eddy Sindoro

KPK mendalami hubungan Nurhadi dengan Eddy Sindoro

6 November 2018 15:15 WIB
KPK mendalami hubungan Nurhadi dengan Eddy Sindoro
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (6/11/2018). Nurhadi Abdurrachman, diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro, dalam tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami hubungan antara mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dengan mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro.

"Kami perlu mendalami hubungan langsung atau tidak langsung saksi dengan dengan tersangka dalam konteks kasus ini," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.

KPK pada Selasa memeriksa Nurhadi sebagai saksi untuk tersangka Eddy Sindoro (ESI) dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

"Apa yang diketahui dan apa yang pernah dilakukan Nurhadi saat masih menjabat dulu tentu menjadi perhatian kami," ucap Febri.

Sampai berita ini diturunkan, pemeriksaan terhadap Nurhadi masih dilakukan.

Sebelumnya, Nurhadi dan istrinya Tin Zuraida pada Senin (29/10) tidak memenuhi panggilan KPK.

Sebagai catatan, kata Febri, pengiriman surat panggilan pertama ke alamat lama rumah Nurhadi tidak sampai.

Tin Zuraida saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

KPK pun telah menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Tin Zuraida pada Jumat (2/11) lalu, namun yang bersangkutan tidak hadir.

KPK pun telah menerima surat dari Kemenpan-RB yang menginformasikan bahwa Tin Zuraida sedang melaksanakan tugas perjalanan dinas di luar negeri pada 3-7 November 2018 sehingga ada permintaan penjadwalan ulang setelah itu. 

Sebelumnya, tersangka Eddy Sindoro telah menyerahkan diri ke KPK pada Jumat (12/10) setelah sejak April 2016 sudah tidak berada di Indonesia.

KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016. Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Jakarta Pusat (Jakpus) terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kembali di PN Jakpus.

Sudah ada dua orang yang menjalani vonis terkait perkara ini, yaitu panitera panitera sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno. Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh MA melawan PT First Media.

Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co, yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat

Eddy Sindoro pernah bertemu dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK.

Namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan. Edy Nasution juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody dan uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo. 

Dalam perkembangan penanganan perkara tesebut, KPK juga telah menetapkan advokat Lucas (LCS) sebagai tersangka merintangi penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro.

Baca juga: KPK panggil mantan Sekretaris MA Nurhadi Selasa
Baca juga: KPK kembali panggil Nurhadi pekan depan
Baca juga: Nurhadi dan istrinya tidak penuhi panggilan KPK
Baca juga: KPK melimpahkan kasus Lucas ke tahap penuntutan

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018