• Beranda
  • Berita
  • Perlu strategi jangka panjang kendalikan perubahan iklim

Perlu strategi jangka panjang kendalikan perubahan iklim

7 November 2018 02:42 WIB
Perlu strategi jangka panjang kendalikan perubahan iklim
Salah satu sesi diskusi dalam Global Climate Action Summit 2018 yang digelar di San Francisco, Kamis (13/9/2018). (ANTARA/Virna PS)
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom dari World Resources Institute Global Juan Carlos Altamirano mengatakan Indonesia sangat butuh strategi jangka panjang pengendalian perubahan iklim guna memastikan Paris Agreement terlaksana.

"Saat ini baru ada 10 negara yang punya strategi jangka panjang pengendalian perubahan iklim. Dan enam di antaranya merupakan anggota G20," kata Juan dalam diskusi Identifikasi Faktor Kunci untuk Meningkatkan Strategi Iklim Jangka Panjang Indonesia yang digelar World Resources Institute (WRI) di Jakarta, Selasa.

Kesepuluh negara tersebut antara lain Kanada, Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Meksiko, Benin, Ceko, Kepulauan Marshall dan Ukraina.

Lebih lanjut ia mengatakan sangat penting bagi Indonesia untuk memiliki strategi jangka panjang pengendalian perubahan iklim sehingga dapat memimpin di level regional. Namun tentunya rencana pembangunan berkelanjutan yang dimasukkan dalam strategi jangka panjang tersebut juga harus mampu memberikan keuntungan.

Baca juga: Indonesia ajak negara kepulauan kerja sama hadapi dampak iklim

Pentingnya ada strategi jangka panjang pengendalian perubahan iklim, menurut dia, agar perubahan politik dan pemimpin di satu negara tidak akan berdampak terhadap upaya mencapai target Paris Agreement.

Senior Forest and Climate Manager WRI Indonesia Arief Wijaya mengatakan transparansi dari progres pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Panjang terkait perubahan iklim penting.

WRI, menurut dia, saat ini sedang bekerja sama dengan Bappenas, membantu mereka mengembangkan RPJMN 2020 sampai dengan 2024 yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung.

"Yang dilakukan Bappenas saat ini mencoba kaitkan dengan kebijakan pembangunan rendah karbon dengan KLHS. Sehingga `brown economy` yang hanya melihat keuntungan tanpa memperhatikan daya dukung daya tampung," lanjutnya.

Baca juga: Luhut dorong aksi global hadapi perubahan iklim
Baca juga: Harrison Ford: Paris Agreement tergantung Hutan Sumatera
 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018