Nederlof, yang membela tim Nex CCN dari Laos itu, menjadi pebalap tertua yang turun di balapan bergengsi yang digelar di Sumatera Barat tahun ini.
"Saya sangat senang bisa kembali ke sini di tur ini. Balapan yang cantik, pemandangan yang indah. Selalu senang bisa kembali ke sini," ungkap Nederlof ketika ditemui di Dermaga Danau Singkarak, Solok, Selasa.
Pria kelahiran 10 Juni 1966 itu bisa dibilang masih memiliki kayuhan yang bagus untuk melahap delapan etape balapan TDS 2018 yang menempuh jarak total 1.267 kilometer melintasi 16 kabupaten dan kota di Sumatera Barat.
Tapi mengingat usianya yang sudah melewati kepala lima, Nederlof sadar diri tidak bisa lagi menggebu-gebu dalam lomba seperti di masa mudanya dulu, apalagi salah satu balapan terpanjang di Asia Tenggara itu diikuti oleh banyak pebalap yang lebih muda.
"Level saya masih cukup bagus, saya harus membalap sedikit lebih cerdas," kata Nederlof.
"Saya berusaha untuk tidak melakukan hal-hal bodoh seperti attacking dan breakaway jadi saya sebisa mungkin membantu tim saja," kata dia.
Tim Nex CCN pun sangat terbantu dengan peran Nederlof di etape II balapan di mana salah satu pebalapnya, Robert Muller finis di peringkat dua dan membawa timnya menempati peringkat tiga klasemen tim umum sementara.
Tahun ini menjadi kali ketujuh Nederlof ikut serta Tour de Singkarak sampai-sampai Sumatera Barat sudah seperti rumah sendiri bagi pebalap berpostur jangkung itu.
"Saya kira saya kenal jalanan di sini lebih baik daripada orang-orang setempat," kata dia dilanjutkan dengan tawa.
Ketika turun di tiap etape balapan, pria kelahiran Oostvoorn, Belanda itu mengaku sangat antusias karena tak hanya melewati alam Ranah Minang yang indah namun juga warga setempat yang ikut memberi semangat para pebalap ketika lomba.
Selain Tour de Singkarak, Nederlof terhitung rajin mengikuti balap sepeda lainnya yang digelar di Indonesia seperti Tour de East Java dan Tour de Banyuwangi Ijen serta sejumlah tur di Asia Tenggara.
Sementara prestasi terbaik pebalap bernama lengkap Leendert Arie Nederlof itu adalah ketika menjuarai Melaka Governor's Cup di Malaysia 2013.
Tahun depan akan menjadi musim ke-40 bagi Nederlof sebagai pebalap sepeda berlisensi dari UCL.
"Saya melihat itu adalah tujuan saya. Saya telah membalap selama 39 tahun saat ini," kata pria berkuncir itu.
Bersama Robert Muller, langganan juara etape di Tour de Singkarak, Ryan Ariehan dan Matej Drinovec di tim Nex CCN, Nederlof akan terus mengayuh sepedanya, harapannya, hingga etape terakhir Tour de Singkarak.
Rute balapan Tour de Singkarak memiliki sejumlah titik tanjakan yang menatang seperti di kelok 44, kelok 9 dan Solok Selatan.
"Kelok merupakan salah satu yang indah, tapi bukan merupakan tanjakan yang mudah, saya tidak akan berada di depan ketika di sana, jadi saya akan memiliki waktu untuk melihat-lihat dan menikmati tunggangan saya," kata Nederlof.
Nederlof adalah pebalap yang memiliki spesialisasi di sprint dan puncheur, atau spesialis rute dengan tanjakan pendek namun terjal.
"Dengan para pebalap muda di sekitarmu, balapan ini tidak akan mudah, jadi itu suatu tantangan dan suatu bonus saya bisa terus berada di lomba," kata Nederlof.
Setelah Tour de Singkarak usai, Nederlof berencana untuk menikmati waktu senggang di Padang dan mengunjungi sejumlah pulau di seberang pesisir Ibukota Sumatera Barat itu.
"Saya tidak tahu apakah itu waktu yang bagus (untuk berlibur) tapi saya cinta Padang, saya cinta Pariaman. Juga ketika kau bersepeda di kelok, pemandangan di sana sangat indah. Bukittingi juga sangat indah. Sangat senang bisa kembali ke sini," kata Nederlof.
Di usianya yang sudah pantas untuk memiliki cucu, apa yang membuat Nederlof tak bisa berhenti mengayuh sepedanya?
"Saya rasa saya sedikit ketagihan. Satu hari tanpa bersepeda itu seperti satu hari tanpa kehidupan. Itu adalah suatu tantangan setiap hari dan saya senang melakukannya," pungkas Nederlof.
Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2018