Mamuju (ANTARA News) - Momentum Hari Pahlawan tahun ini menjadi hadiah spesial bagi masyarakat dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat karena seorang pejuang wanita asal Tanah Mandar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.Aksi heroik Andi Depu memeluk tiang bendera di tengah kepungan bayonet tentara Belanda, disaksikan oleh seluruh pengawal istana dan masyarakat Tinambung.
Pengukuhan Hajja Andi Depu yang bergelar Ibu Agung sebagai Pahlawan Nasional itu, ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 123/TK/2018, tanggal 6 November 2018.
Perempuan pemberani Tanah Mandar yang mengangkat senjata melawan penjajah Belanda itu dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo bersama Abdulrahman Baswedan dari Yogyakarta yang merupakan kakek dari gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Mr Kasman Singodimedjo dari Jawa Tengah, Depati Amir dari Bangka Belitung, KH Sjam?un dari Banten serta Ir Pangeran Mohammad Noor dari Kalimantan Selatan.
"Atas nama Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, saya menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Presiden Republik Indonesia yang akhirnya menetapkan Ibu Agung Hj Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional," kata Gubernur Sulbar Ali Ball Masdar, usai menerima penganugerahan gelar Pahlawan Nasional dan tanda Kehormatan Republik Indonesia tahun 2018 oleh Presiden Jokowi di di Istana Negara.
Gubernur yang juga merupakan putra asli Mandar itu menyampaikan, perjuangan dalam mengusulkan Ibu Agung Andi Depu sebagai Pahlawan nasional tersebut tidak mudah.
Perjuangan yang sangat panjang yang ditempuh dengan banyak kriteria, persyaratan dan prosedur yang harus dilalui hingga akhirnya perjuangan tidak mengenal lelah itu akhirnya membuahkan hasil yang sudah lama dinantikan masyarakat Sulbar.
"Dengan ditetapkannya Ibu Agung Hajja Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional, maka ini menjadi spirit dan penyemangat ke depannya mendorong tokoh-tokoh yang ada di Sulawesi Barat untuk diusulkan, didorong dan didukung agar dapat mengikuti jejak Ibu Agung Andi Depu," ucapnya.
"Kepada segenap kelurga besar Ibu Agung Andi Depu agar `marwah` Agung Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional tetap dijaga dengan sebaik-baiknnya," pesan Ali Baal Masdar.
Kebanggaan atas penobatan Andi Depu sebagai Pahlawan Nasional itu juga dilukiskan Kepala Dinas Pariwisata Sulbar Farid Wajdi di dalam sebuah tulisan.
Farid Wajdi pun menyebut Andi Depu sebagai `Perempuan Pemberani dan Pemberani Perempuan Dari Balanipa Mandar 1907-1985`.
Keluarga Bangsawan
Andi Depu lahir pada bulan Agustus 1907 di Tinambung Polewali Mandar, anak dari salah seorang Raja Aarajang Balanipa yang ke-50 bernama La`ju Kanna I Doro yang bergelar Maradia Tomate Yudda dan ibunya berasal dari kalangan bangsawan Mamuju yang bernama Samaturu dengan gelar Maraqdia Kinena.
Andi Depu muda hanya bersekolah hingga tingkat Volkschool (sekolah rakyat atau desa).
Pada 1923, Andi Depu menikah dengan seorang bangsawan bernama Andi Baso Pabiseang kemudian pada 1939, Ibu Agung diangkat menjadi Raja ke-51 Kerajaan Balanipa.
Dengan statusnya itu, ia gigih melawan dan mengusir penjajahan Belanda dari tanah Mandar.
Demi mempertahankan kemerdekaan dari tangan Belanda, Andi Depu rela meninggalkan kerajaan dan turun bersama rakyat melawan Belanda.
Namun, sayangnya upaya Andi Depu ini ditentang oleh suaminya hingga berujung perceraian.
Masa remaja Andi Depu telah aktif di dalam berbagai organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan dan pada 1940 berdiri perkumpulan JIB (Jong Islamiten Bond) di daerah Mandar dimana Andi Depu sebagai penyokong utama organisasi tersebut.
Aktivitas dalam perkumpulan kepemudaan saat itu, mewarnai cara berpikir dan cara pandang Andi Depu muda melihat pergolakan kebangsaan.
Kemudian, pada 1944 Andi Depu mendirikan organisai Pujingkai, suatu wadah gerakan yang melibatkan wanita sebagai tempat pelatihan dan penggodokan semangat juang wanita Mandar untuk merebut kemerdekaan dari?pendudukkan militer Jepang.
Sebagai tindak lanjut untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Tanah Mandar, pada 21 Agustus 1945 Ibu Agung Andi Depu mendirikan organisasi kelaskaran yang?diberi nama Kebangkitan Rahasia Islam Muda Mandar (Kelaskaran Keris Muda)
Melalui kelaskaran Kris Muda Mandar yang dipimpin Andi Depu, maka gerakan perjuangan semakin terarah dan terkoordinir dengan rapi, baik dari aspek perencanaan maupun eksekusi hingga para pemuda yang tergabung dalam kelaskaran ini ikut berjuang mendampingi Ibu Agung Andi Depu.
Gelora perjuangan yang dikomandoi Ibu Agung Andi Depu itu membuat semangat para pemuda semakin berkobar dan berani melakukan pengibaran? Bendera Merah Putih di beberapa tempat di Mandar, seperti di Tinambung, Pamboang serta Tomadio.
Atas semangat perjuangan dalam merebut kemerdekaan yang begitu gigih, organisasi Kris Muda ini semakin berkembang dan mendapat dukungan dan simpati dari rakyat Mandar mulai Binuang, Banggae, Pamboang, sendana dan Tappalang hingga di Mamuju.
Perlawanan para pemuda Mandar dibawah komando perempuan pemberani itu, membuat Belanda bergedik dan menetapkan Andi Depu sebagai musuh besar di Tanah Mandar.
Selama masa perjuangannya, Andi Depu hidup berpindah-pindah dan melakukan penyamaran menggunakan baju biasa, berdandan seperti orang kebanyakan memakai baju laki-laki lagaknya seorang tukang kebun untuk mengelabui agar ia lolos dari pegamatan dan perhatian mata-mata Belanda
"Ia pernah dibuatkan lubang persembunyian, pernah bersembuyi dalam perahu dan di atasnya ditumpuki daun kelapa kering. Ia dikejar, disiksa ditawan lalu kemudian dipenjara berkali kali dibuatkan lubang penguburan tapi, toh, selalu lolos," tulis Kepala Dinas Pariwisata Sulbar Farid Wajdi.
Aksi Heroik
Dalam catatan sejarah, ada sebuah aksi heroik Andi Depu yang rela mempertaruhkan jiwa dan raganya dalam mempertahankan bendera Merah Putih.?Pagi itu, pada 28 Oktober 1945 tentara Belanda dengan kendaraan militer berhenti di depan Istana Raja Balanipa di Tinambung kemudian memaksa menurunkan Bendera Merah Putih yang sedang berkibar.
Para prajurit Belanda itu kemudian bergegas menuju ke tiang bendera dan bermaksud menurunkan Sang Saka Merah Putih.
Namun, sebelum prajurit Belanda menyentuh tiang bendera itu, para pengawal istana dan masyarakat sekitar yang hanya bersenjatakan keris dan tombak berupaya dengan sekuat tenaga menghalang-halangi prajurit tersebut.
Sebelumnya, para pengawal istana itu diberi titah oleh Andi Depu bahwa tidak seorang pun yang boleh menurunkan bendera Merah Putih itu.
Bersamaan dengan itu, salah seorang pengawal setia istana bergegas menemui Andi Depu yang saat itu baru selesai melaksanakan sholat Dhuhah. Ia menyampaikan bahwa prajurit Belanda ingin menurunkan Bendera Merah Putih.
Mendengar laporan tersebut Andi Depu beranjak dari tempatnya kemudian berlari ke tiang bendera sambil berseru Allahu Akbar seraya mendekap erat tiang bendera.
Dengan Bahasa Mandar Andi Depu menyeru "Lumbangpai Batangngu, Muliai Pai Bakkeu Anna Lumbango Bandera" yang artinya Biarlah Saya Gugur, Mayatku Terlangkahi Baru Bendera Kau Tumbangkan.
Aksi heroik Andi Depu memeluk tiang bendera di tengah kepungan bayonet tentara Belanda, disaksikan oleh seluruh pengawal istana dan masyarakat Tinambung, dan tanpa perintah, para kawula dan rakyat Balanipa menerobos kepungan pasukan Belanda kemudian berdiri mengelilingi Ibu Agung Andi Depu.
Mereka bertekad akan menyerahkan nyawanya lebih dahulu kepada Belanda dan memilih tergolek di kaki tiang bendera bersimbah darah perlawanan, sekiranya Belanda masih nekad menurunkannya di tengah dekapan Ibu Agung Andi Depu.
Bahkan, mereka dengan lantang mereka bersumpah "Inditia Batuanna Maraqdia? Melo Mimbere Dibaona Litaq Basepa Anna Tada Mating Diolona Maraqsdia" yang artinya Inilah Pengawal Setia Raja Balanipa Rela Mati Bermandi Darah Langkahi Dulu Mayatku Baru Engkau Menyentuh Maraqdsia Ibu Depu.
Semakin lama semakin banyak masyarakat yang berdatangan dari berbagai arah lengkap dengan senjata yang beragam, keris, tombak serta badik yang akhirnya membalikkan keadaan, dimana pasukan Belanda yang terkepung oleh masyarakat Balanipa.
Tekadnya hanya satu, pertahankan bendera yang di dekap oleh Maraqdia, "Naposiri Maraqdia Napomaste Batua" atau Setetes Darah Yang Keluar Dari Kulit Ibu Depu, Maka Apapun Resikonya Pasukan Belanda Harus Pulang Dengan Bangkai Yang Tercabik-cabik.
Tekad bulat masyarakat Balanipa ini, menciutkan nyali pasukan Belanda untuk menurunkan bendera tersebut, dan dengan penuh kekesalan mereka meninggalkan tempat itu, sambil tetap menyaksikan Bendera Merah Putih masih berkibar di halaman Istana Kerajaan Balanipa.
Wanita perkasa dari Tanah Mandar itu menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah sakit Pelamonia Makassar Sulawesi Selatan pada 18 Juni 1985.
Ibu Agung Andi Depu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar dan upacara pemakaman tersebut dipimpin langsung Mayor Jenderal TNI Pur H Andi Mattalatta yang juga sahabat seperjuangan Andi Depu.
Atas dedikasi dan perjuangan dengan merelakan dirinya membela dan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia dan jasa-jasa yang begitu besar kepada negara Ibu Agung Andi Depu pun disematkan sederet tanda penghargaan, antara lain Bintang Mahaputera IV dari Presiden Soekarno. Tanda Penghargaan Bintang Mahaputera IV diserahkan langsung oleh Bung Karno Presiden RI pertama pada 1965 di Makassar sekitar tahun 1964.
Kemudian Bintang Gerilya sebagai Panglima Keris Muda Mandar pada 1958, Satya Lencana peristiwa perang kemerdekaan ke satu, Satya Lencana Gerakan Operasi Militer III, Satya Lencana Gerakan Operasi Militer IV, Satya Lencana Peringatan Perjuanagan Kemerdekaaan, Surat Penghargaan Panglima Kelaskaran Keris Muda, Satya Lencana Bhakti serta Warga Kehormatan Kota Makassar.*
Baca juga: Kakek Anies Baswedan dapat gelar pahlawan
Baca juga: Mensos pastikan enam tokoh bergelar Pahlawan Nasional
Pewarta: Amirullah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018