• Beranda
  • Berita
  • Balapan Itik warnai etape enam Tour de Singkarak

Balapan Itik warnai etape enam Tour de Singkarak

10 November 2018 08:08 WIB
Balapan Itik warnai etape enam Tour de Singkarak
Sejumlah joki pacu itik bersiap untuk melakukan pacu itik di etape enam Tour de Singkarak 2018, Payakumbuh, Sumatera Barat, Jumat. (9/11) (Antaranews/Aditya E.S. Wicaksono)

Kebudayaan pacu itik ini sudah mulai sejak 1927

Payakumbuh, Sumatera Barat (ANTARA News) - Sejumlah itik sawah ikut turun berpacu di etape enam balapan sepeda Tour de Singkarak 2018 di Payakumbuh, Sumatera Barat, Jumat.

Namun bukan sembarang itik ikut berlomba melintasi garis finis di depan Kantor Walikota Payakumbuh. Mereka adalah itik pebalap di tradisi khas pacu itik di Payakumbuh.

"Kebudayaan pacu itik ini sudah mulai sejak 1927," kata Ketua Persatuan Terbang Itik Luhak Limapuluh, Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota Datok Parmato Alam ketika ditemui di Payakumbuh, Jumat.

Tradisi pacu itik telah dilestarikan secara turun temurun di Payakumbuh.

Menurut Datok, sejarah pacu itik diawali dengan kejadian sehari-hari para petani di sawah setempat.

"Kalau di Payakumbuh kan sawah pakai jenjang-jenjang. Pas orang ternak itik, itik dia lompat sawah jenjang itu, terbang dia. Di sana lah cikal bakalnya, itik ini ada potensi bisa terbang," kata Datok, yang juga Ketua DPRD Payakumbuh itu.

Pemerintah setempat pun sudah menjadikan pacu itik menjadi kalender tahunan di bawah pembinaan pemerintah kota dan kabupaten melalui dinas pariwisata, pemuda dan olahraga.

Bahkan dibuatkan turnamen dan gelanggang pacu itik. Ada enam gelanggang pacu itik di Kabupaten Lima Puluh Kota dan enam lagi di Kota Payakumbuh.

Turnamen pacu itik itu digelar pada bulan Juli setiap tahunnya. Dalam satu minggu ada dua hari yang dipergunakan untuk menggelar Grand Prix Pacu Itik.

Nomor yang dilombakan mulai dari 800 meter, 1.000 meter, 1.200 meter, 1.400 meter, dan 1,600 meter.

Ketika lomba, bisa ada 700 itik yang ikut per nomornya, kata Datok. Nomor 1.600 menjadi nomor yang paling bergengsi.

Tahun 2017, pemerintah setempat menyediakan hadiah sepeda motor bagi para pemenang, sementara itu pada tahun ini disediakan tiga sapi simental sebagai hadiah utama pacu itik, ungkap Datok.

Pemenang ditentukan berdasarkan itik yang terbang lurus dan tercepat mencapai garis finis.

Itik yang dilombakan pun mayoritas adalah itik yang masih "perawan", betina usia empat hingga enam bulan yang belum pernah bertelur. "Masih gadis," kata Datok.

Kenapa yang dipakai itik betina? "Kalau yang jantan bisa juga, tapi sayangnya yang jantan ini tidak mau melewati yang betina, tidak mau menang dia, sehingga itik ini mayoritas betina," kata Datok.

Harga seekor itik pacuan bisa mencapai ratusan ribu hingga dua juta rupiah.

Para "atlet" pacu itik pun mendapat asupan makanan yang tidak sembarangan. Itik-itik pacuan bisa memiliki diet berupa ramuan yang dibuat dari telur dan bahan-bahan tradisional lain.
Sore itu, enam joki itik bersiap memegang itik-itik mereka sambil menuju aba-aba yang diucapkan pemandu lomba.

Teknik para joki melepas itik ke udara menjadi penentu keberhasilan itik menyentuh garis finis. Tampak tiga itik berhasil melintasi finis, sementara yang lainnya mendarat sebelum garis finis.

Selain menikmati pacu itik, wisatawan yang sedang berkunjung ke Lima Puluh Kota dan Payakumbuh bisa juga menyempatkan diri mampir menikmati Lembah Harau, salah satu lembah terindah di Indonesia yang memiliki jejeran air terjun yang tinggi.

***4***

T.A059/

Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018