Lisbeth Salander (Claire Foy), sang gadis bertato naga itu kembali beraksi dalam sekuel "The Girl in the Spider's Web", lanjutan film pertama "The Girl with Dragon Tattoo" pada tahun 2011.
Lisbeth sebagai peretas andal tidak lagi terlibat dalam upaya memecahkan kasus pembunuhan, namun turun gunung menuntaskan kasus pelik yang melibatkan agen-agen rahasia internasional yang berebut program canggih bernama Firefall.
Lisbeth harus melindungi seorang pakar information technology atau IT bernama Frans Balder (Stephen Merchant) dan putranya August (Christopher Convery) yang menciptakan Firefall.
Kendati sudah menaruh semua kamera pengintai, toh Lisbeth gagal melindungi nyawa Frans Balder yang tewas di tangan seorang antek mafia Rusia bernama Jan Holtser (Claes Bang).
Walaupun gagal melindungi Balder, Lisbeth dengan kemampuan sebagai peretas berhasil menyelamatkan August.
Saat menyelamatkan August, Lisbeth terkejut bahwa dalang di balik perebutan Firefall adalah adiknya sendiri Camilla Salander (Sylvia Hoeks) yang mewarisi kepemimpinan mafia Rusia dari ayahnya.
Camilla dikenal memiliki kepribadian sociopath, juga sangat ahli dalam menyusun permainan intrik tingkat tinggi seperti jaring laba-laba demi ambisi serta trauma masa lalunya.
Sadar dengan permainan intrik sang adik yang sangat berbahaya jika sampai program Firefall jatuh ke tangannya, Lisbeth pun berjuang mati-matian melindungi August dibantu rekanan lamanya, jurnalis investigasi Mikael Blomkvist (Sverrir Gudnason).
"The Girl in the Spider's Web" merupakan sekuel dari lanjutan "The Girl with Dragon Tattoo" dan menghadirkan versi berbeda baik dari film awalnya.
Tak seperti dalam film pertamanya yang cenderung berfokus pada kisah bertema detektif layaknya manga "Detective Conan", "The Girl in the Spider's Web" cenderung menghadirkan kisah intrik intelijen yang super rumit dan dipenuhi aksi seperti "Jason Bourne".
"The Girl in the Spider's Web" menonjolkan laga Lisbeth sebagai seorang hacker yang tidak hanya jago meretas sistem keamanan bandara atau mobil dari jarak jauh, namun juga mampu berkelahi serta ahli menembak layaknya seorang agen rahasia.
Film ini bisa dianggap lebih menonjolkan aksi tunggal Lisbeth, dan membuat kemampuan jurnalis Mikael Blomkvist hanya sebagai tempelan serta menjadi sosok tak berdaya dalam film tersebut.
Seperti halnya genre film agen rahasia lainnya, film ini menampilkan adegan-adegan laga klise seperti pertarungan tangan kosong dan kejar-kejaran mobil, namun dipercantik lewat peretasan teknologi canggih serta aksi sniper yang membidik targetnya menggunakan panduan global positioning satelite (GPS).
Kendati menghadirkan beragam adegan laga super canggih, sang nahkoda Fede Álvarez masih tetap mempertahankan tema utama dari adaptasi novelnya yakni kekerasan pria terhadap wanita sebagai benang merah baik dari film pertama maupun novelnya.
Ini terlihat pada sosok Camilla, seorang wanita berkepribadian sociopath yang lahir akibat penyiksaan dan kekerasan ayahnya terhadap ibu, dirinya sekaligus sang kakak Lisbeth selama bertahun-tahun.
Akting Sylvia Hoeks berhasil menghidupkan karakter Camilla yang lembut namun dingin dan bengis.
Plot cerita ini bisa dibilang sebagai jalinan intrik yang disusun secara rapih oleh Fede Alvarez, karena dalam sebuah intrik terdapat intrik yang lebih rumit lagi yang semakin menjerat penonton seperti layaknya jaring laba-laba.
"The Girl in the Spider's Web" yang dibintangi Claire Foy, Sverrir Gudnason, Sylvia Hoeks, dan sederet aktor/aktris lainnya ini siap menjerat penonton Indonesia lewat jaringan intriknya pada 28 November 2018.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018