Kental akan nuansa militer dan politik, ketiga buku tersebut merupakan buah pikiran Salim dari segala pengalaman, kesaksian dan opininya terkait reformasi militer di Indonesia, Korea Selatan, Mesir dan Thailand.
"Di Indonesia saja, perubahan arah politik banyak diwarnai intervensi oleh militer, khususnya sebelum 1998," ujar Guru Besar Universitas Pertahanan Indonesia ini.
"Untuk itu, penting bagi saya untuk membagi segala pengalaman saya kepada masyarakat."
Dalam buku 'Ini Bukan Kudeta', Salim menyimpulkan bahwa masyarakat yang terpecah (fragmented society) merupakan penyebab utama militer intervensi ke dalam politik.
"Jangan sampai hal itu (masyarakat yang terpecah) terjadi di Indonesia," tambahnya.
Ketiga buku tersebut diterbitkan melalui dua penerbit terkemuka, yakni Balai Pustaka (Krisis Aktor, Teater Sutradara dan Pasar') san Mizan ('Gestapu 65', 'Ini Bukan Kudeta').
Sementara itu, Direktur Utama Balai Pustaka Achmad Fachrodji, selaku penerbit 'Krisis Aktor, Teater Sutradara dan Pasar' mengatakan, buku ini merupakan buku Salim Haji Said yang kedua terbitan perusahaan pelat merah ini setelah buku bertajuk 'Jangan Banyak Tanya Ini Cuma Dongeng (Sejumlah Tulisan tentang Sastra)' pada pertengahan 2018.
"Topik dari buku ini ('Krisis Aktor, Teater Sutradara dan Pasar') bersifat sangat faktual dengan kondisi dunia teater saat ini," ujar pria yang akrab disapa Oji ini.
Oji berharap, lewat kolaborasi dengan penulis-penulis handal seperti Salim Haji Said dapat mendorong terbangunnya kesadaran masyarakat terhadap kesuasteraan Indonesia yang notabene adalah salah satu bentuk kekayaan nasional.
"Peradaban suatu bangsa dilihat dari sastranya," tukas Oji.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018