Jakarta (ANTARA News) - Mr. Kasman Singodimedjo merupakan salah satu tokoh yang dikukuhkan pemerintah sebagai pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 123/TK tahun 2018 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.Kasman adalah tokoh utama perintis organisasi militer dan parlemen Nasional.
Kasman Singodimedjo yang lahir di Purworedjo, Jawa Tengah 25 Februari 1904, dan wafat di Jakarta 25 Oktober 1982 merupakan tokoh yang turut andil dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut sejumlah literatur sejarah, Kasman tercatat sebagai Komandan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (Peta) bentukan Jepang.
Karena bergabung dengan Peta, Kasman tahu betul penderitaan rakyat dalam masa penjajahan Jepang.
Kasman tentu saja bersedia saat diminta Bung Karno ikut andil mengamankan upacara pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan rapat raksasa di Lapangan Ikada sebagai peringatan satu bulan Proklamasi.
Seiring dengan proklamasi kemerdekaan itu Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang didirikan Jepang dibubarkan kembali oleh Jepang, dan kemudian diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai Soekarno.
Soekarno kemudian mengangkat Kasman Singodimedjo menjadi salah satu dari enam anggota tambahan PPKI, tanpa sepengetahuan Jepang, guna mengubah sifat lembaga ini yang semula adalah bentukan Jepang.
Pada awalnya, PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatera, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa).
Kemudian ditambahkan, selain Kasman, yaitu Ki Hajar Dewantara, Sajuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri, Wiranatakoesoema dan Achmad Soebardjo.
Piagam Jakarta
PPKI kemudian merumuskan pengesahan UUD 1945, di mana pada masa itu terdapat perbedaan pendapat pada butir pertama Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945.
Saat itu perwakilan Indonesia Timur keberatan dengan tujuh kata pada butir pertama Piagam Jakarta yang isinya "dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya”.
Perwakilan Indonesia Timur mengancam kepada Bung Hatta, akan melepaskan diri dari Indonesia, jika tujuh kata dipertahankan.
Bung Hatta pun berpandangan, Indonesia Timur akan mudah dikuasai kembali oleh Belanda melalui sistem adu domba, jika memisahkan diri. Maka diupayakan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan bangsa.
Persoalannya Piagam Jakarta adalah hasil kesepakatan yang telah dicapai dalam sidang BPUPKI, lembaga yang sudah dibubarkan dan berganti menjadi PPKI.
Untuk mengubah setiap kata dalam Piagam Jakarta, dibutuhkan persetujuan dari seluruh tokoh, terutama tokoh Islam yang bersikukuh atas tujuh kata tersebut.
Disinilah Kasman Singodimedjo kembali ikut andil.
Kasman yang merupakan tokoh Muhammadiyah, dimintai tolong oleh Soekarno untuk melobi salah satu tokoh Islam Ki Bagus Hadikusumo agar menyetujui penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
Ki Bagus adalah tokoh Muhammadiyah yang paling kencang bersikeras agar tujuh kata Piagam Jakarta dipertahankan.
Namun berkat lobi-lobi yang dijalankan Kasman, Ki Bagus Hadikusumo berhasil diyakinkan hingga akhirnya bersedia atas penghapusan tujuh kata tersebut.
Kontroversi
Keberhasilan Kasman melobi tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo untuk menyetujui penghapusan tujuh kata Piagam Jakarta, ternyata berdasarkan keyakinannya bahwa UUD 1945 bersifat sementara.
Dalam memoirnya berjudul "Hidup Itu Berjuang: Kasman Singodimedjo 75 tahun", Kasman menyatakan meyakinkan Ki Bagus bahwa kelak UUD 1945 bisa diubah kembali dan materi Islam dapat dimasukkan kembali ke dalamnya.
Faktanya sulit bagi Kasman mengembalikan semangat Piagam Jakarta ke dalam UUD, dan ia menyesal telah meyakinkan rekannya untuk setuju penghapusan tujuh kata Piagam Jakarta.
Memasuki dekade 1950-an, Kasman bergabung aktif dalam Partai Masyumi. Kasman bersuara lantang dalam sidang-sidang Konstituante untuk memasukkan kembali semangat Piagam Jakarta, dalam UUD baru. Namun lagi-lagi gagal.
Keinginan keras itu kuga membuat Kasman berkonflik dengan Soekarno.
Pada akhir dekade 1950-an anggota Masyumi terbukti terlibat dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, sehingga Masyumi dicap sebagai partai terlarang bersama dengan Partai Sosialis Indonesia.
Kasman pun ditangkap pada November 1963 dengan tuduhan hendak menjatuhkan pemerintahan Presiden Soekarno.
Kiprah Kasman
Terlepas dari kontroversi semangat Piagam Jakarta, kiprah Kasman dalam masa awal Indonesia merdeka tidak bisa dipungkiri.
Rapat PPKI 18 Agustus 1945 yang menghasilkan beberapa keputusan penting, yaitu penetapan UUD 1945, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pembagian wilayah Indonesia, pembentukan departemen pemerintahan, pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan pembentukan Komite Nasional sebagai cikal bakal parlemen, tercipta berkat peran serta seorang Kasman.
Kasman selaku mantan Komandan Peta, ikut dalam pembahasan pembentukan organisasi militer Indonesia yang disepakati bernama BKR.
Kasman ditunjuk Soekarno sebagai Ketua BKR Pusat merangkap Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat pada tahun 1945.
Bisa dibilang Kasman adalah tokoh utama perintis organisasi militer dan parlemen Nasional.
Masih pada tahun yang sama Kasman melepas dua jabatan tersebut. Ia lalu menjadi Jaksa Agung Indonesia yang juga merupakan jabatan rintisan.
Meski pernah berkonflik dengan Soekarno, Kasman tetap menghormati Soekarno sebagai pendiri bangsa, sebagai sesama manusia dan sebagai sesama muslim.
Kasman ikut serta mengantarkan mendiang Soekarno ke peristirahatan terakhir di Blitar.
Dari sepenggal kiprah Kasman, publik layak menyebut Kasman sebagai tokoh Islam pejuang keberagaman, tokoh perintis, dan nasionalis sejati.
Baca juga: Presiden Jokowi Ingatkan pemuda agar terus semangat maknai Hari Pahlawan
Baca juga: Mensos pastikan enam tokoh bergelar Pahlawan Nasional
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018