• Beranda
  • Berita
  • Makna di balik pakaian dan gerakan pesilek Minangkabau

Makna di balik pakaian dan gerakan pesilek Minangkabau

11 November 2018 21:56 WIB
Makna di balik pakaian dan gerakan pesilek Minangkabau
Dua pesilek saling menunjukkan kemampuan jurusnya dalam Maestro Talk Silek, di sela Silek Arts Festival 2018, Tanah Datar, Sumatera Barat, Minggu (11/11/2018). (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)
Tanah Datar, Sumatera Barat (ANTARA News) - Dua pesilek (pesilat) berpakaian hitam masing-masing saling menatap. Deta, sebutan untuk ikat kepala yang dibentuk menyerupai tanduk beragam corak terpasang kokoh di atas kedua kepala mereka.

Ada juga songket yang dilipat dua tersemat menutupi pinggang hingga bagian paha atas.

Tetua Adat Nagari Pariangan, Irwan Malinbasa di sela penyelenggaraan "Maestro Talk Silek, Silek Arts Festival 2018" di Tanah Datar Minggu, mengatakan warna hitam mewakili keluhuran budi yang menjadi salah satu filosofi silek.    

"Untuk warna kami pakai hitam. Ada maknanya, keluhuran budi. Kalau hijau maknanya siklus alam. Pariangan hijau. Ada yang namanya deta, seperti sapu tangan diikat seperti tanduk, lalu pakai baju silek, celana bahan," ujar dia.

Menurut Irwan, para pesilek juga bisa mengenakan atasan baju muslim dan mengganti deta dengan peci, lalu menyematkan sarung di atas kedua pundak mereka.

"Dulunya, saya belajar silek itu di surau, di rumah gadang, pakai celana bahan, pakai baju muslim, pakai sarung, peci. Sarung dan peci tidak boleh jatuh. Kalau jatuh berarti belum sempurna dalam langkah," tutur dia.

Usai melepas alas kaki, mereka saling memberi hormat, lalu bersiap memperagakan jurus silek sesuai aliran yang dikembangkan perguruan masing-masing di depan hadirin. Ada jurus memutar, mengelak dan menyerang.

Saat ini ada ratusan perguruan silek di ranah Minang dengan beragam aliran, sebut saja Perguruan Silek Pariangan, Silek Lintau, Silek Kumango, Silek Sungai Patai, Silek Maninjau, Silek payakumbuh, Silek Solok Selatan, Silek Bukitinggi.

"Bedanya masing-masing? Dari sejarah, gerakan, memaknai silek, pakaian dan langkah berbeda. Pakaian dari segi warna tergantung alamnya, langkah macam-macam, senjatanya macam-macam tergantung wilayah masing-masing," papar Irwan.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Silek Arts Festival (SAF) 2018, Indrayuda mengatakan silek merupakan entitas budaya yang memayungi empat aspek, yakni teater, seni olah tubuh, tari, beladiri.

Secara umum, style silek dan silat di wilayah lain semisal Jawa Barat bisa dibedakan dari sisi posisi sikap dan jurusnya.

"Sunda lebih banyak gerakan dari pinggang ke atas. Sumatera Barat ada gerakan kuncian, sapuan, bantingan. Kalau silat Jawa banyak senjata. Kalau Sumatera Barat hanya tiga senjata," kata dia.

Selain itu, silek lebih banyak menggunakan gerakan membuka atau menantang dan menutup.  

Tak hanya kaum adam, wanita yang ingin mempelajari silek bisa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya, karena hingga saat ini tak ada larangan bagi kaum hawa mempelajari silek.

Guru silek dari Perguruan Sungai Patai, Diswan mengungkapkan bahkan saat ini di perguruannya lebih banyak murid perempuan ketimbang laki-laki.

Silek Arts Festival 2018 berlangsung sejak 7 September lalu hingga 30 November mendatang. Selain menampilkan atraksi silek (silat) yang ada di ranah Minang, kegiatan ini juga diwarnai agenda kebudayaan lain terkait silek, seperti teater pameran foto, film dokumenter dan seminar.

Ada delapan kabupaten dan kota yang ikut berpartisipasi yakni Kota Padang, Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Bukittinggi, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Payakumbuh, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Padang Pariaman

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018