Jembatan yang terbuat dari kayu yang sudah puluhan tahun berdiri itu setiap harinya dilalui warga untuk beraktivitas, terutama pelajar yang pergi maupun pulang sekolah.
"Jembatan menjadi akses utama warga terutama anak sekolah, khususnya mereka yang tinggal di Desa Girimukti," kata Tatang RM (45) tokoh warga Girtimukti.
Sejak jembatan putus, sebagian besar pelajar, apalagi saat hujan turun lebat dengan intensitas lama, terpaksa tidak sekolah karena SD dan SMP terletak di luar desa.
"Para siswa memilih untuk tidak sekolah ketika hujan turun karena arus sungai menjadi deras dan dikhawatirkan menghanyutkan mereka. Hanya sebagian kecil yang tetap sekolah dan menyeberang, namun harus melawan derasnya arus," ujar Tatang.
Ia mengatakan, tidak ada lagi akses jalan yang lebih dekat untuk keluar dari desanya.
Sedangkan, akses jalan utama antardesa kondisinya rusak berat dan membutuhkan waktu lama untuk sampai ke desa lain atau pusat Kecamatan Sindangbarang.
Sementara, Yunus Hadiana guru di SDN Pasirnagara, membenarkan sejak putusnya jembatan penghubung antardesa di Girimukti, membuat seratusan siswanya terpaksa tidak masuk sekolah.
"Putusnya jembatan bukan hanya kali ini, tapi setiap tahun jembatan dari kayu itu rusak diterjang air bah, sehingga sudah menjadi agenda tahunan banyak siswa yang libur karena jembatan putus," katanya.
Biasanya jika rusak, diperbaiki secara swadaya oleh warga.
Pihaknya dan ratusan kepala keluarga di wilayah tersebut, berharap perhatian dari Pemkab Cianjur, untuk membangun jembatan permanen di wilayah tersebut.
"Harapan kami, dinas terkait di Pemkab Cianjur membangun jembatan permanen, agar siswa didik dan warga sekitar tidak terganggu beraktivitas meskipun hujan deras," ujar Yunus.
Baca juga: Warga Cianjur diimbau waspadai banjir-longsor
Baca juga: Jembatan di Aceh runtuh diseret arus sungai
Pewarta: Ahmad Fikri
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018