Jakarta (ANTARA News) - Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Justisiari P. Kusumah mengingatkan hadirnya barang-barang palsu atau ilegal melalui perdagangan elektronik (e-commerce) yang harus segera diantisipasi untuk menghindarkan kerugian ekonomi.Upaya menekan peredaran barang palsu dan tidak legal membutuhkan peran semua pihak baik itu penegak hukum tetapi juga pemegang merek serta penyedia platform e-commerce diminta juga ikut proaktif
"Hadirnya e-commerce itu membuat peluang pasar bagi pelaku bisnis terbuka lebar baik di dalam maupun luar negeri, namun juga harus diingat peredaran barang palsu atau ilegal juga semakin mudah," kata Justisiari di Jakarta, Kamis, usai membuka diskusi bertajuk "Penanggulangan Peredaran Produk Palsu/llegal Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia".
Justisiari mengatakan masih beredarnya barang palsu atau tidak legal itu disebabkan masih adanya permintaan dari masyarakat padahal barang seperti itu tidak terjamin kualitasnya, bahkan untuk obat atau makanan bisa membahayakan bagi yang mengkonsumsi.
Menurut Justisiari untuk menekan peredaran barang palsu dan tidak legal itu tidak bisa membebankan kepada penegak hukum sepenuhnya (kepolisian, Ditjen HAKI, Ditjen Bea dan Cukai), peran pemegang merek serta penyedia platform sangat penting, untuk itu pentingnya segera dilakukan koordinasi.
Diungkapkan juga kerugian ekonomi akibat barang palsu dan tidak legal itu sangat besar berupa kehilangan potensi pajak, investasi, lapangan pekerjaan, dan sebagainya, sehingga perlu segera ditangani agar tidak memberikan dampak yang serius.
Justisiari mengatakan, bagi pemegang merek harus proaktif apabila sudah menemukan beredarnya barang-barang palsu dan tidak legal untuk melaporkan kepada Ditjen HAKI dan kepolisian.
Kemudian bagi penyedia platform e-commerce bisa dibuatkan sistem verivikasi sehingga barang yang diperdagangkan dapat dijamin keasliannya serta mereknya sudah terdaftar di Ditjen HAKI, jelas dia.
"Bisa saja apabila diketahui ada barang palsu dan tidak legal beredar, maka penyedia platform dapat melakukan suspen terhadap pemilik barang, baru dilakukan verivikasi untuk penindakan lebih lanjut," ujar dia.
Pemalsuan produk merupakan masalah bagi banyak industri dalam skala global. Berdasarkan laporan INTA (International Trademark Association) dan The International Chamber of Commerce, nilai ekonomi global dari pemalsuan dan pembajakan diperkirakan mencapai 2,3 triliun dolar AS pada tahun 2022.
Sedangkan di Indonesia hasil survei MIAP kerugian ekonomi akibat pemalsuan produk di tahun 2005 mencapai Rp4,41 triliun, sedangkan di 2014 mencapai Rp65,1 triliun.
Justiari mengatakan untuk survei terkini MIAP baru akan melaksanakannya dalam waktu dekat diharapkan dengan berbagai penegakan hukum dan kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan barang palsu angkanya bisa menurun.
Lebih jauh Anticounterfeiting Advisor Asia-Pacific INTA, Valentina Salmoiraghi mengatakan, perjuangan melawan pemalsuan menjadi agenda utama organisasinya saat ini.
"Kami sangat senang berkerja sama dengan Kepolisian Indonesia, Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Kekayaan intelektual sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas penegakan hukum baik untuk pasar online dan offline," ujar Valentina.
Baca juga: MIAP imbau masyarakat tidak beli produk otomotif palsu
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2018