Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) yang turut berprofesi sebagai advokat publik, Azas Tigor Nainggolan, menyampaikan hasil studinya bahwa ada alternatif produk lain yang dapat ditampilkan di stasiun ketimbang produk rokok.
"Kami (FAKTA) membuat studi kecil mengenai iklan rokok di media luar ruang, khususnya di stasiun. Jika iklan rokok dilarang atau diturunkan, tidak perlu pusing, ada banyak produk yang mengantri diiklankan, antara lain, produk telepon seluler, elektronik, dan properti," kata Azas dalam sesi jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Dalam acara bertajuk "Membedah Pelanggaran Iklan Rokok di Stasiun Kereta Api" yang diadakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu, Azas menjelaskan, banyak produk yang mengantri untuk diiklankan di media luar ruang, termasuk kawasan stasiun karena biayanya terbilang murah.
"Perbandingannya, iklan digital itu biayanya dihitung per detik masa tayang, kalau iklan di media luar ruang, perhitungannya per tahun. Tentu lebih murah, memasang iklan di media luar ruang dalam stasiun," sebut Azas.
Baca juga: Iklan rokok di Stasiun Tugu diganti batik
Azas memberi contoh, pemerintah daerah dan pengelola stasiun kereta api di Jakarta telah menunjukkan sikap tegas melarang pemasangan iklan rokok di kawasan tersebut karena pendapatan dari iklan hanya mencapai tujuh persen dari total penerimaan.
"Contoh (pengelola stasiun kereta api) di Jakarta, mereka tidak takut melarang (pemasangan iklan rokok), karena pendapatannya terbilang kecil (dari iklan) hanya tujuh persen," sebut Azas.
Dalam kesempatan itu, Azas bersama pihak lain diantaranya Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dr Prio Sidipratomo, dan Ketua Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) menyesalkan langkah PT KAI yang masih memperbolehkan ada iklan rokok di beberapa stasiun.
YLKI menyoroti setidaknya masih banyak iklan rokok berukuran besar yang terpasang di lima lokasi, diantaranya Stasiun Tugu Yogyakarta, Stasiun Lempuyang Yogyakarta, Stasiun Tawang Semarang, Stasiun Pasar Turi Surabaya, dan Stasiun Gubeng Surabaya.
Pemasangan iklan rokok itu, menurut Tulus, melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia disebutkan bahwa stasiun kereta api merupakan salah satu kawasan tanpa rokok (KTR).
Menurut Tulus, kawasan tanpa rokok tidak hanya melarang seseorang merokok, tetapi juga tidak memperbolehkan ada promosi produk rokok.
Baca juga: PT KAI akan evaluasi iklan rokok di stasiun
Baca juga: YLKI: iklan rokok di stasiun sebuah kemunduran
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018