Tak seperti umumnya lapangan sepak bola kampung yang berumput liar dan becek ketika hujan, lapangan bernama Lodaya Sakti yang berada di kaki Gunung Galunggung itu memenuhi standar Federation of International Football Association (FIFA).
Pembangunan lapangan seluas 93x54 meter persegi berumput Zoysia matrella, rumput berakar kuat yang ditetapkan FIFA sebagai bagian dari standar lapangan sepak bola bertaraf internasional, tersebut bermula dari semangat dan harapan besar warga Desa Cisayong memiliki sarana olahraga sepak bola.
Warga bersama Kepala Desa Cisayong Yudi Cahyudin kemudian menggagas pembangunan sarana itu menggunakan Dana Desa 2018 dan bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang nilainya total sekitar Rp1,4 miliar.
"Anggaran desa satu tahun, bantuan keuangan provinsi sama dana desa...," kata Yudi mengenai sumber dana pembangunan lapangan sepak bola itu.
Yudi menjelaskan pembangunan sarana olahraga itu merupakan hasil musyawarah seluruh warga desa. Dan dalam menggunakan Dana Desa untuk membangun lapangan olahraga itu, aparat desa juga sudah mempelajari ketentuan dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018.
Kini lapangan lapang sepak bola itu menjadi bagian dari kebanggaan warga Desa Cisayong.
"Sementara ini kan banyak desa-desa bikin lapangan desa itu biasa-biasa saja, kita kebetulan lapangannya sudah hampir sama dengan GBK (Gelora Bung Karno) dan GBLA (Gelora Bandung Lautan Api). Ada drainase, ada penyiraman, rumputnya Zoysia matrella," kata Yudi, ayah dari tiga anak.
Ia berharap keberadaan lapangan sepak bola bertaraf internasional itu tidak hanya membawa kebanggaan, namun selanjutnya bisa melahirkan pemain sepak bola andal.
"Saya ingin membuat putra Desa Cisayong menjadi pemain sepak bola profesional seperti level pemain liga yang berangkat dari sini," kata pria bergelar Sarjana Ilmu Pemerintahan yang lahir di Tasikmalaya tahun 1983 itu.
Penggerak Perekonomian
Pemerintah Desa Cisayong juga ingin menjadikan lapangan sepak bola itu sebagai salah satu penggerak perekonomian desa yang mendatangkan kesejahteraan bagi warganya.
Keinginan itu sudah mulai terwujud. Di sekitar lapangan sepak bola yang dibangun Februari sampai awal November 2018 itu kini warga mulai membuka warung, menangkap peluang dari kedatangan para pengguna lapangan.
"Saya berharap dapat membangun perekonomian masyarakat desa, sekarang usaha-usaha ekonomi kecil mulai menggeliat, seperti warung-warung kecil, pedagang-pedagang kaki lima," katanya.
Pemerintah Desa Cisayong pun memiliki sumber pendapatan baru dari penyewaan lapangan sepak bola itu.
Pemerintah desa mematok biaya sewa lapangan sangat murah untuk warganya, Rp50 ribu sekali pakai. Sedang bagi warga dari luar desa namun masih dalam wilayah Kecamatan Cisayong diberlakukan tarif sewa Rp750 ribu, dan tarif sewa untuk warga dari luar kecamatan Rp1 juta untuk satu kali waktu ideal permainan sepak bola.
Pemerintah desa akan memanfaatkan uang sewa tersebut untuk membiayai perawatan lapangan sepak bola, yang dialokasikan Rp6 juta setiap bulan, dan menggunakan sisanya untuk membangun sarana-prasarana yang dibutuhkan di desa.
"Keuntungan-keutungan ini akan kembali ke masyarakat, untuk kepentingan masyarakat, untuk menopang pembangunan desa yang belum terselesaikan," kata Yudi, yang sempat belajar filsafat di Universitas Islam Negeri Bandung.
Yudi mengungkapkan saat ini sudah banyak tim sepak bola dari berbagai instansi pemerintahan, perbankan dan swasta di Tasikmalaya yang menyewa lapangan. Tim sepak bola yang antre untuk menggunakan lapangan bertaraf internasional itu juga sudah banyak.
"Sekarang sudah mulai banyak yang bermain, bahkan sampai Januari (2019) kita sudah penuh," katanya.
Keberhasilan Desa Cisayong membangun lapangan sepak bola bertaraf internasional menjadi sorotan. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengapresiasi pencapaian Cisayong.
"Sudah banyak yang studi banding ke sini, dan kami terbuka, bahkan saya kemarin diundang ke Riau untuk bicara membuat lapang sepak bola," kata Yudi.
Pewarta: Feri Purnama
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018