Lewat jastip, Ayu sukses mengumpulkan pundi-pundi uang yang dapat dia gunakan untuk mengganti biaya yang keluar selama berlibur.
"Jastip ini untung banget. Seperti misalnya pas aku ke Jepang, itu uang tiket pesawatnya bisa balik modal karena keuntungan dari jastip," ujar Ayu saat berbincang dengan Antara disela-sela acara diskusi bertajuk "Traveling balik modal?" Di Jakarta, Minggu.
Jastip merupakan layanan titip belanja, di mana para traveler yang tengah melancong ke suatu daerah (baik dalam maupun luar negeri), menawarkan jasa untuk membelikan produk yang dijual di daerah tujuan mereka, dengan biaya jasa titip yang relatif murah.
Ayu biasanya menawarkan layanan jastip kepada teman-temannya yang memang tengah mencari produk yang dijual di tempat tujuan dia berlibur, seperti kosmetik, item fashion, produk elektronik, hingga makanan kemasan.
Untuk setiap produk yang harus dibeli, Ayu memasang tarif jastip antara Rp100 ribu hingga Rp500 ribu, tergantung berat, ukuran dan seberapa sulit produk tersebut didapat. Semakin berat, besar dan langka produk yang harus dibeli, maka biaya jastipnya pun akan semakin mahal.
"Tapi karena aku memang suka belanja, jadi kalau ada produk atau barang yang pas dicari enggak ketemu-ketemu, itu malah jadi tantangan tersendiri buat aku untuk bisa dapatkan barang itu," tutur perempuan yang mulai hobi menawarkan layanan jastip sejak 2016 itu.
Dalam menjalankan "bisnis" sampingannya itu, Ayu memberikan sejumlah persyaratan kepada para pemesan atau requester setianya. Misalnya saja untuk produk yang sama, dia membatasi jumlah item yang dipesan tidak boleh lebih dari tiga buah. Hal itu untuk meminimalisir kerumitan yang mungkin terjadi saat berada di bagian bea cukai.
"Takutnya Kalau kebanyakan, pas di bea cukai Indonesia disangkanya aku mau jualan, nanti barangnya malah diambil," kata Ayu.
Meskipun membuka layanan jastip, Ayu mengaku kegiatan liburannya tidak terganggu. Hal itu karena dirinya telah membuat jadwal khusus untuk berburu produk. Biasanya waktu yang dia luangkan sekitar satu atau dua hari. Setelah itu, perempuan 29 tahun tersebut bisa lebih leluasa menikmati hari-hari sisa liburannya.
Ayu mengatakan layanan jastip yang ia lakoni mempunyai banyak keuntungan,baik bagi dirinya selaku traveler, maupun untuk para pemesan. Lewat jastip, Ayu bisa memperoleh uang tambahan yang bisa dia gunakan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan selama berlibur atau bepergian ke suatu daerah.
"Kalau untuk requester, keuntungan pertama pasti dia bisa dapat produk original, yang kedua barang bisa lebih murah. Kalau sudah masuk ke Indonesia biasanya harganya bisa naik satu dua kali lipat. Jadi uang jastip Rp100 ribu atau Rp200 ribu itu enggak masalah sebenarnya, ketimbang kalau beli di Indonesia selisih harganya bisa 500 ribu lebih mahal," ucap Ayu.
Di luar dari keuntungan-keuntungan yang cukup menggiurkan itu, tak jarang Ayu juga mengalami hal yang tidak mengenakkan. Paling jamak adalah ketika si pemesan tiba-tiba kabur dan tidak menebus produk atau barang yang sudah dibelinya.
Bila sudah begitu, Ayu terpaksa harus "bersusah-susah" lagi, dengan menjual produknya itu ke marketplace yang ada di dalam negeri. Kepastian apakah produknya akan terjual menjadi tidak menentu.
"Kalaupun laku, tapi kan tetap ada rasa kesal," ujar Ayu.
Bagi para traveler yang baru akan membuka layanan jastip, Ayu memberikan beberapa masukan berdasarkan pengalaman yang dia peroleh.
"Pertama harus tahu item yang up-to-date (di daerah tujuan), tahu juga di mana beli barangnya. Jangan sampai sudah sampai lokasi malah kebingungan cari barangnya. Cari tahu harga barang yang mau di beli juga," ujar Ayu seraya menutup perbincangan.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018